Kamis 03 Jan 2019 19:07 WIB

Tanggapan Rektor ITS Soal Eksploitasi Mahasiswa di Taiwan

Rektor ITS minta pemerintah memperhatikan reputasi Universitas di Taiwan

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Kampus ITS
Kampus ITS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus dugaan adanya eksploitasi atau kerja paksa ratusan mahasiswa Indonesia di Taiwan kini mulai merebak di Tanah Air. Isu ini tentu mendapat perhatian dari berbagai elemen pendidikan salah satunya rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Joni Hermana.

Joni menilai, ada kekeliruan dan ketidaktelitian pihak terkait di Indonesia ketika hendak menyetujui nota kesepahaman program New Southbound Policy atau program kuliah-magang di Taiwan tersebut. Karena berdasar pada informasi yang diterima Joni, universitas yang diduga mempekerjakan mahasiswa Indonesia di pabrik-pabrik secara tidak wajar tersebut mayoritasnya adalah universitas swasta yang reputasinya kurang baik.

“Semua (Universitas) yang disinyalir melakukan pelanggaran di atas adalah universitas swasta. Saran kami adalah mohon untuk memperhatikan reputasi Universitas mereka (pihak asing) sebelum kerjasama,” kata Joni saat dihubungi Republika, Kamis (3/1).

Untuk memperhatikan reputasi kampus mitra di luar negeri, lanjut Joni, pihak Indonesia dapat menggunakan sistem standar internasional yang berlaku. Misalnya standar internasional QSWORLD atau juga THES.

Standar itu, kata Joni, sangat penting dan harus menjadi salah satu pertimbangan utama melakukan kerja sama dalam bentuk beasiswa, pemagangan ataupun pertukaran pelajar dengan universitas asing. Sehingga kita mengetahui bagaimana reputasi universitas tujuan.

ITS sendiri, lanjut Joni, sering mengirim dosen atau mahasiswa untuk melanjutkan studi ke Taiwan dan hingga saat ini semuanya berjalan baik dan aman-aman saja.

“Kerjasama kami selama ini selalu dengan universitas yang terkemuka di sana dan biasanya adalah universitas negeri seperti National Taiwan University, National Central University, National Cheng Kung University, National Taiwan University of Science and Technology dan lainnya. Dan semua kerja sama kami baik-baik saja,” jelas Joni.

Sebelumnya, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tengah menelusuri adanya dugaan kerja paksa terhadap ratusan mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di Taiwan. Ratusan mahasiswa tersebut diduga diiming-imingi mendapatkan beasiswa namun pada realisasinya dipekerjakan.

Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti Prof Ismunandar menyampaikan, dari laporan yang diterimanya diduga ada 300 mahasiswa yang mendapat perlakuan kerja paksa dipabrik-pabrik setempat.

“Semua sedang kita terus teliti. Namun perwakilan kita di Taipeh sedang teliti dengan baik,” kata Ismunandar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement