Rabu 02 Jan 2019 19:53 WIB

Ombudsman Ancam Panggil Paksa Rektor UGM

ORI DIY telah menempuh upaya persuasif dengan melayangkan surat permohonan kehadiran

 Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Panut Mulyono.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Panut Mulyono.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta mengancam melakukan pemanggilan paksa terhadap Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono untuk memberikan klarifikasi terkait penanganan kasus dugaan pemerkosaan dan pencabulan mahasiswi saat KKN.

"Kami akan hadirkan rektor secara paksa seandainya Pak Pektor tidak punya itikad baik menghadiri panggilan kami," kata Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY Budhi Masthuri saat jumpa pers di Yogyakarta, Rabu (2/1).

ORI DIY telah menempuh upaya persuasif dengan melayangkan surat permohonan kehadiran kepada Panut Mulyono untuk mengklarifikasi penanganan kasus dugaan pemerkosaan yang melibatkan mahasiswa UGM. "Waktu itu baru surat permohonan saja, itu upaya persuasif, belum pemanggilan," kata dia.

Menurut dia, surat permohonan kehadiran telah dilayangkan ORI DIY berulang kali kepada Panut. Namun selalu mewakilkan dan menolak untuk hadir ke Kantor ORI maupun menemui utusan ORI secara langsung. Permohonan pertama disampaikan pada 19 Desember hingga permohonan kehadiran terakhir dijadwalkan pada 2 Januari namun tetap menolak hadir.

Berdasarkan data dan informasi yang dihimpun, menurut Budi, ORI DIY menemukan dua dugaan tindakan maladministrasi yang dilakukan Pimpinan UGM atas kasus yang terjadi saat korban melakukan KKN di Pulau Seram, Maluku pada 2017 tersebut.

"Kami hanya berfokus ke ranah upaya penanganan kasusnya saja oleh pihak universitas," kata dia.

Dua dugaan maladministrasi itu, kata dia, yakni dugaan penundaan berlarut penanganan kasus serta dugaan memasukkan nama terduga pelaku pemerkosaan berinisial HS ke dalam daftar wisudawan tidak sesuai dengan prosedur yang disarankan tim investigasi internal UGM.

"Karena itu kami membutuhkan keterangan rektor yang terkait tindakan kebijakan rektor langsung sehingga kami memerlukan kehadiran rektor, bukan pembantu rektor atau humas," kata dia.

Berdasarkan hasil konsultasi dengan ORI Pusat, menurut Budi, surat pemanggilan pertama kepada Panut mulai dilayangkan pada 2 Januari 2019. Sesuai pasal 31 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, ORI memiliki kewenangan memanggil paksa terduga pelaku maladministrasi apabila hingga tiga kali panggilan tidak diindahkan.

"Dalam waktu satu dua hari kami akan berkoordinasi dengan Polda untuk mengantisipasi kemungkinan seandainya rektor tetap tidak hadir," kata dia.

Rektor UGM Panut Mulyono saat dikonfimasi mengatakan bahwa pemberian keterangan ke publik terkait penanganan kasus itu dipasrahkan kepada humas dan Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM. "Itu sejak dulu sudah kami sepakati," kata Panut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement