Jumat 21 Dec 2018 23:21 WIB

Rektor ITS tak Sepakat dengan Pemangkasan SKS

Tidak ada alasan yang tepat untuk mengurangi bobot SKS di perguruan tinggi.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Kampus ITS
Kampus ITS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Joni Hermana mengaku tidak sepakat dengan rencana pemangkasan Satuan Kredit Semester (SKS) untuk program sarjana dan diploma yang belum lama ini digulirkan pemerintah. Sebab menurut dia, tidak ada alasan yang tepat untuk mengurangi bobot SKS di perguruan tinggi.

“Saya tidak melihat alasan yang tepat untuk mengurangi SKS dalam proses pendidikan tinggi saat ini,” jelas Joni saat dihubungi Republika, Jumat (21/12).

Joni menerangkan, saat ini pembelajaran pendidikan tinggi berbasis pada hasil yang kriterianya berdasarkan pada kompetensi yang dikehendaki stakeholders, termasuk pengguna dari Industri. Lalu yang menjadi pertanyaan, kata dia, apakah hasil pendidikan tinggi selama ini sudah memenuhi apa yang diharapkan industri?

Jika jawabannya sudah sesuai dengan harapan industri, kata Joni, maka rencana pemangkasan SKS sudah tepat. Namun jika belum sesuai maka rencana pemangkasan SKS tidak tepat, karena seharusnya materi pembelajaran dan SKSnya ditambah.

“Pernahkah kita mendengar bahwa lulusan kita sudah melebih ekspektasi pengguna atau user? Secara umum kan belum. Jadi jika belum, tentunya perlu dicari dan ditambahkan apa yang belum terpenuhi, baik substansi materi maupun bobotnya yaitu SKSnya,” jelas dia.

Sebelumnya, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) berencana untuk memangkas jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) pada jenjang sarjana (S1) dan diploma. Namun berapa jumlah SKS yang akan dipangkas masih dikaji oleh pihak Kemenristekdikti.

Menristekdikti Mohammad Nasir mengatakan, saat ini bobot SKS untuk S1 mencapai 144 SKS dan diploma mencapai 120 SKS. Jumlah SKS tersebut dinilai terlalu berat,menghambat kreativitas mahasiswa, dan juga membebani pembiayaan.

"Saya kira untuk S1 jadi maksimal 120 SKS, dan D3 90 SKS itu sudah cukup," kata Nasir.

Selain mahasiswa, kata Nasir, bobot SKS tersebut juga dinilai membebani dosen. Karena dengan jumlah SKS tersebut, dosen terlalu sibuk mengajar di kelas dan lupa melakukan penelitian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement