Selasa 04 Dec 2018 20:17 WIB

KPK akan Dampingi Penyusunan LHKPN Pimpinan Kampus

Kemenristekdikti akan mengumpulkan para pejabat pendidikan tinggi terkait LHKPN

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Petugas melayani penyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) / Ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Petugas melayani penyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) / Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir melakukan kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pendampingan dalam penyusunan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) para pimpinan pendidikan tinggi. Rencananya, pada bulan Desember ini Kemenristekdikti akan mengumpulkan para pejabat pendidikan tinggi terkait penyusunan LHKPN.

"Tadi saya sudah bicara dengan salah satu anggota KPK untuk ada pendampingan di LHKPN yaitu laporan harta kekayaan pejabat negara. Maka pada bulan desember ini saya akan buat agenda, untuk para pimpinan Perguruan Tinggi yang dalam hal ini termasuk wajib membuat laporn LHKPN," kata Nasir ketika menghadiri acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) di Hotel Bidakara, Selasa (4/12).

Dia menegaskan bahwa praktek korupsi di lingkup pendidikan tinggi tidak pernah ditoleransi dan harus dicegah. Untuk itu dia meminta agar para pejabat dan semua civitas akademika selalu proaktif dalam mencegah praktek korupsi.

Sejak tahun 2017, Nasir mengaku sudah mengubah sistem monitoring evaluasi pendidikan tinggi menjadi berbasis daring. Yang mana, sistem daring tersebut telah mampu memangkas birokrasi dan transaksi-transaksi gelap yang sangat mungkin dilakukan saat sistemnya masih manual.

"Alhamdulillah sampai sekarang dari Aceh sampai Papua semua (Pendidikan Tinggi) sudah berbasis elektronik. Monitoringnya bisa real time dan anytime," jelas Nasir.

Selain itu, dia juga menyatakan telah mampu memangkas waktu beberapa perizinan yang tadinya lama dan berbelit-belit. Misalnya perizinan guru besar yang biasanya hingga 2 atau 3 tahun, kini hanya cukup satu bulan saja.

"Dulu pengurusan guru besar bisa 2 hingga 3 tahun, sekarang 1 bulan selesai. Itu yang penting, semua harus berbasis pada online sistem," ucap Nasir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement