Kamis 01 Nov 2018 14:30 WIB

Pembentukan UKM Pengawal Ideologi Bangsa Dinilai Berlebihan

Penguatan ideologi mahasiswa dapat dilakukan melalui perkuliahan dan kegiatan lain

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Kampus Universitas Al-Azhar Indonesia.
Foto: Dok Republika
Kampus Universitas Al-Azhar Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati Pendidikan dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof Suparji Ahmad menilai pembentukan Unit Kegiatan Mahasiwa Pengawal Ideologi bangsa (UKMPIB) sangat berlebihan. Pelibatan organisasi ektsra dalam UKM tersebut dinilai akan menimbulkan dinamika yang dapat kontraproduktif di berbagai perguruan tinggi negeri ataupun swasta.

"Pembentukan UKM ini sangat berlebihan. Penguatan ideologi mahasiswa dapat dilakukan melalui perkuliahan dan kegiatan-kegiatan lain tidak harus melalui suatu UKM," kata Suparji saat dihubungi Republika, Kamis (1/11).

Suparji menyatakan, pembinaan ideologi kepada mahasiswa di kampus seharusnya lebih pada penyamaan persepsi tentang pemahaman ideologi itu sendiri. Bagaimana kampus mendesain program untuk itu, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan kultur masing-masing perguruan tinggi.

"Bahkan dalam proses belajar mata kuliah PKn dan pancasila merupakan salah satu sarana penguatan ideologi. Selain itu bisa melalui matkul lain seperti agama, hukum juga bisa," jelas dia.

Pelibatan organisasi ekstra juga, jelas dia, nantinya berpotensi menyulitkan hal-hal yang bersifat administratif dari UKM PIB tersebut. Misalnya kesulitan dalam hal rekruitmen dan penempatannya. Dia juga cukup pesimistis, dalam implementasinya organisasi ekstra bisa sinergis dengan kampus.

Pada Senin (29/10) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah meluncurkan Peraturan Menristekdikti (Permenristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Peluncuran Permenristekdikti tersebut sebagai upaya pemerintah menekan paham-paham intoleran dan radikalisme di kampus.

Menristekdikti Muhammad Nasir menyampaikan, berdasar pada survei Alvara Research Center dengan responden 1.800 mahasiswa di 25 Perguruan Tinggi diindikasikan ada sebanyak 19,6 persen mendukung peraturan daerah (Perda) Syari'ah. Lalu 25,3 persen diantaranya setuju dibentuknya negara Islam, 16,9 persen mendukung ideologi Islam, 29,5 persen tidak mendukung pemimpin Islam dan sekitar 2,5 persen berpotensi radikal.

Permenristekdikti tersebut juga mengatur agar semua kampus wajib membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKMPIB). UKMPIB berada di pengawasan rektor dan mahasiswa organisasi ekstra boleh bergabung dan menjadi salah satu pengawal ideologi dalam UKMPIB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement