Ahad 09 Sep 2018 18:00 WIB

Puluhan Mahasiswa UGM dan HUE Perkenalkan Tenun Lurik

Kepopuleran tenun tersebut semakin menurun karena tidak banyak yang menggunakan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Para mahasiswa UGM dan Hiroshima University of Economics, Jepang, memperkenalkan tenun lurik kepada masyarakat.
Foto: Silvy Dian Setiawan.
Para mahasiswa UGM dan Hiroshima University of Economics, Jepang, memperkenalkan tenun lurik kepada masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Puluhan mahasiswa terjun langsung memperkenalkan tenun lurik kepada masyarakat Yogyakarta di Titik Nol Kilometer Yogyakarta pada Sabtu (8/9) malam. Kegiatan  dilakukan untuk memopulerkan tenun lurik kembali, di mana saat ini tidak lagi populer di masyarakat.

Kegiatan tersebut merupakan kerja sama antara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan Hiroshima University of Economics (HUE), Jepang dalam proyek Indonesia International Contribution Project (IICP) yang diinisiasi oleh HUE. "Dari mahasiswa HUE ada 10 mahasiswa, dari mahasiswa UGM ada sembilan orang. Juga dari mahasiswa HUE ada orang orang pakai baju tenun lurik," kata Ketua Public Relation dari UGM, Raihan Aziz, Sabtu (8/9).

Raihan menjelaskan, kegiatan tersebut berawal dari kegiatan HUE pada 2006 saat membantu para korban bencana gempa di Jawa Tengah yang juga berdampak terhadap Yogyakarta. Awalnya, mahasiswa HUE hanya membantu melakukan pemulihan terhadap wilayah yang terdampak.

Pada 2013, mahasiswa dari HUE tersebut fokus pada kegiatan ekonomi guna mengembangkan standar kehidupan masyarakat menengah ke bawah yang berada di daerah perdesaan di Yogyakarta. Pada saat itu, mereka melihat sebuah pakaian adat Jawa yaitu tenun lurik.

Namun, kepopuleran pakaian tersebut semakin menurun karena tidak banyak yang menggunakan pakaian ini. "Mereka bertemu nenek-nenek pengrajin Tenun Lurik. Tapi Lurik ini gak laku, yang orang tahu itu batik. Batik ada di mana-mana. Mereka tersentuh hatinya untuk mencoba mengembangkan tenun lurik itu," kata Raihan.

Raihan menyebutkan, program tersebut hingga saat ini masih berjalan. Mahasiswa HUE pun mencari desa-desa yang ekonominya masih rendah, namun memiliki potensi untuk dikembangkan.

Mereka membantu penduduk desa untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan mengembangkan produk baru menggunakan kain, mempromosikan aktivitas penjualan dan memberikan bantuan pelatihan seperti pelatihan menjahit. Bahkan hingga memberikan bantuan alat seperti mesin tenun yang sudah modern.

"Mesin tenun di daerah perdesaan itu masih kuno, jadi mereka selain memberikan pelatihan juga memberikan mesin agar usahanya berkembang dan bisa memproduksi sendiri," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Public Relation HUE Harada Yui mengatakan, tenun lurik memiliki nilai budaya yang tinggi. Sehinga perlu untuk dikembangkan dan diperkenalkan kepada masyarakat luas, karena popularitasnya saat ini semakin menurun.

"Tenun lurik itu bagus dan kita juga mendorong semangat dari di pengrajin tenun lurik ini untuk buat lurik ini. Karena bagus itu, maka kami melakukan kegiatan ini," katanya.

Melalui pelatihan hingga bantuan alat produksi tenun lurik yang diberikan terhadap pengrajin tenun lurik, diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi dari pengrajin.

"Kami mensupport desa yang teknologinya belum terlalu tinggi untuk membuat produk yang lebih kompleks. Jadi mereka diberi bantuan mesin dan pelatihan dengan tujuan nanti si pengrajin bisa melakukan produksi sendiri, melakukan pemasaran sendiri. Kalau sudah mandiri, nanti mereka kami lepas," ujarnya.

Ia pun berharap, dengan dilakukannya kegiatan terjun langsung ke lapangan memperkenalkan tenun lurik ini, semakin membuat lurik populer di masyarakat. Khususnya masyarakat Indonesia yang belum tahu mengenai tenun lurik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement