Senin 03 Sep 2018 17:52 WIB

UII Yogyakarta Gelar Dialog Kebangsaan Lusa

Berbagai persoalan bangsa harus disikapi serius.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Konferensi pers dialog kebangsaan bertajuk Indonesia Merdeka Indonesia Beradab di Rektorat UII. Hadir Rektor Universitas Islam Indonesia, Fathul Wahid.
Foto: Wahyu Suryana.
Konferensi pers dialog kebangsaan bertajuk Indonesia Merdeka Indonesia Beradab di Rektorat UII. Hadir Rektor Universitas Islam Indonesia, Fathul Wahid.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta akan menggelar Dialog Kebangsaan bertajuk Indonesia Merdeka Indonesia Beradab. Dialog akan berlangsung pada 5 September 2018 di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir UII.

Dialog terdiri dari dua sesi yang akan diisi tokoh-tokoh nasional. Mulai Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Gubernur DIY Sri Sulta Hamengku Buwono X, sampai Hakim Agung periode 2000-2016 Artidjo Alkostar.

Ada pula anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mahfud MD, cendekiawan Muslim Azyumardi Azra, dan budayawan sekaligus penyair Zamawi Imron.

Rektor UII, Fathul Wahid mengatakan, 73 tahun Indonesia berdiri merupakan waktu yang panjang sebagai bangsa merdeka. Tapi, tujuh dasawarsa berdiri dapat pula dikatakan sebagai waktu singkat untuk mengisi kemerdekaan.

Saat ini, Indonesia tidak lagi dihadapkan dengan penjajahan secara fisik dalam ari mengangkat senjata, namun lebih kepada pesoalan neoimperialisme. Mau tidak mau, hadirnya globalisasi perlu disikapi bijak.

Tentunya, dengan mengoptimalkan segala potensi negeri, serta menguatkan proteksi secara proporsional dari pengerauh-pengaruh negatif, yang dapat merusak kepribadian dan jati diri bangsa.

"Pengaruh globalisasi di Indonesia yang didominasi gaya kapitalis dan pemikiran liberalis secara perlahan telah menggerogoti nilai-nilai ideologi Pancasila," kata Fathul, Senin (3/9).

Hal ini dirasa berdampak kepada kemerosotan moral yang bertentangan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi adat ketimuran. Selain itu, berbagai persoalan bangsa harus disikapi serius.

TIndak korupsi pada tahun lalu misalnya, menunjukkan tingkat yang masih cukup tinggi. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perseption Indeks (CPI), menunjukkan posisi Indonesia ada di peringkat kegia ASEAN.

Hingga hari ini, penegakan hukum di Indonesia masih jadi persoalan yang cukup pelik. Hampir tiap hari ada kasus-kasus hukum yang diberitakan. Konflik yang bersifat horizontal masih terjadi.

Selain itu, aktivitas terorisme yang kini semakin brutal dan masif belum akan terselesaikan. Terlepas dari masalah-masalah itu, kesejahteraan masyarakat di Indonesia masih jadi persoalan lain.

Data BPS tahun lalu menemukan jumlah penduduk miskin mencapai 27,77 juta orang (10,64) persen. Ada pula 7,04 juta orang menganggur, dengan jumlah ini yang menambah 10 ribu orang dari tahun-tahun sebelumnya.

Bermula dari latar belakang berbagai persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia ini, UII turut terpanggil dengan menggelar Dialog Kebangsaan. Fathul berharap, dialog ini bisa melahirkan agasan dan solusi baru.

"Guna terwujudnya bangsa Inodnesia yang bermartabat dan sejahtera, terwujudnya negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghuffur," ujar Fathul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement