Kamis 26 Jul 2018 19:01 WIB

ITS Kembangkan Alat Pengering Padi Ramah Lingkungan

Pengeringan dengan alat ini hanya memakan waktu satu jam tanpa mengurangi gizi.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Gita Amanda
Alat pengering gabah ramah lingkungan temuan mahasiswa ITS.
Foto: dok. ITS
Alat pengering gabah ramah lingkungan temuan mahasiswa ITS.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tiga mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengembangkan metode pengeringan gabah yang efektif dan ramah lingkungan dengan inovasi memanfaatkan fenomena wind corona. Ketiganya adalah Ahmad Bariq Al Fahri, Pinanggih Rahayu, dan I Wayan Ersa Saputra.

Ketua tim Ahmad Bariq Al Fahri memaparkan, selama ini terdapat dua metode pengeringan gabah yang diterapkan di Indonesia. “Selain menggunakan sinar matahari langsung, ada petani yang memanfaatkan alat pengering berbasis teknologi termal,” kata Bariq di Surabaya, Kamis (26/7).

Namun demikian, kata Bariq, dari hasil riset yang dilakukan ditemukan adanya kelemahan pada dua metode yang biasa diterapkan tersebut. Seperti pengeringan menggunakan sinar matahari langsung, yang membutuhkan waktu minimal tiga hari untuk mendapatkan gabah yang kering sempurna.

Itu pun jika kondisi panas matahari stabil dan cukup selama waktu pengeringan. “Cuaca di Indonesia yang tidak menentu beberapa tahun belakang ini tentunya sangat merugikan petani yang mengandalkan metode ini,” ujar Bariq.

Bariq mengatakan, sebenarnya alat pengering modern berbasis termal juga bisa menjadi solusi. Namun, penggunaan alat pengering modern ini mengakibatkan penurunan nilai gizi dari gabah, kehigienisan tidak terjamin, serta membutuhkan konsumsi energi listrik yang cukup tinggi.

“Padahal saat ini dunia sedang ramai mengurangi penggunaan energi termasuk energi listrik,” kata mahasiswa Teknik Elektro ITS tersebut.

Lain halnya dengan pengering berbasis wind corona. Bariq mengaku, pengeringan gabah dengan menggunakan alat ini, hanya berlangsung selama sejam tanpa mengurangi nilai gizi dan struktur gabah. “Dengan metode yang kami kembangkan ini, tidak ada penurunan kualitas gizi, selain itu juga lebih ramah lingkungan,” kata Bariq.

photo
Tim mahasiswa ITS menguji coba mengeringkan gabah menggunakan alat pengering ramah lingkungan

Bariq menjelaskan, wind corona merupakan fenomena tegangan tinggi yang timbul ketika level tegangan belum mencapai kondisi untuk dapat mengalirkan alur listrik (pre- breakdown). Wind corona ini akan menimbulkan suatu medan di antara dua elektroda.

“Dalam kasus ini, elektroda berbentuk jarum pada bagian atas dan lingkaran sebagai tempat diletakkannya gabah,” kata Bariq.

Dalam prosesnya, lanjut Bariq, usai meletakkan gabah basah di antara kedua elektroda, tegangan akan dinaikkan secara perlahan hingga mencapai kondisi pre-breakdown. Kemunculan wind corona akan ditandai dengan desis listrik lalu gabah didiamkan hingga mengering.

“Dibandingkan dengan pengeringan konvensional, metode ini berhasil menurunkan massa air dua kali lipat lebih banyak,” ujar Bariq.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement