Kamis 12 Jul 2018 10:08 WIB

Mahasiswa IPB Temukan Pengganti Freon untuk AC

Tiap 1 kilogram freon yang terlepas ke udara setara dengan terbuangnya 4.800 kg CO2.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Angkutan umum berfasilitas air conditioner (ac) di Jalan Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (11/5).
Foto: Thoudy Badai
Angkutan umum berfasilitas air conditioner (ac) di Jalan Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dua mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB) menemukan pengganti freon pada AC yang lebih hemat energi. Sistem ini berbasis phase change material (PCM) dari minyak ikan. Atas inovasinya, mereka berhasil meraih Best Presentation di Lomba Karya Tulis Ilmiah MARSS 2018.

Dua mahasiswa penemu inovasi pengganti freon adalah Yeyen Laorenza dan Ani Nuraeni. Menurut Yeyen, ide awal inovasi ini bermula dari bahaya penggunaan bahan pendingin freon AC yang memiliki indeks Global Warming Potential (GWP) 510 kali lebih besar dibandingkan karbondioksida.

"Tiap 1 kilogram freon yang terlepas ke udara setara dengan terbuangnya 4.800 kilogram karbondioksida," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (12/7).

 

Tak Perlu Kulkas, Begini Cara Orang Persia Kuno Membuat Es

Freon juga diketahui memiliki Atmosfer Life Time (ALT) yang sangat tinggi. Gas freon bahkan bisa bertahan selama 15 tahun di atmosfer sebelum terurai. Bahaya dari freon tersebut memicu Yeyen dan Ani untuk meneliti bahan pendingin apa yang dapat menggantikan freon. Mereka menggunakan material peubah fasa yang berasal dari minyak ikan berbasis asam lemak atau dikenal dengan nama Marine Fish Oil Phase Change Material (MFO PCM).

Menurut Yeyen, asam lemak dapat menjadi bahan penyimpan panas karena sifat termodinamika dan kinetik yang sesuai untuk penyimpanan panas laten suhu rendah. Sementara itu, minyak ikan digunakan karena termasuk sumber asam lemak potensial.

 

Bahan baku limbah diperoleh Yeyen dan Ani dari perusahaan perikanan yang banyak menghasilkan limbah jeroan dan kepala. Keduanya dapat digunakan sebagai sumber minyak ikan. "Kelebihan asam lemak dibandingkan dengan bahan PCM lainnya ialah stabilitas kimianya yang baik, tidak beracun, dan merupakan bahan terbarukan," kata Yeyen.

 

Pembuatan MFO PCM dari minyak ikan dilakukan dengan epoksidasi minyak terlebih dahulu. Tujuannya untuk memutuskan ikatan rangkap yang terdapat pada minyak ikan. Hasil penelitiann menunjukkan, MFO PCM mampu menyerap panas lebih besar dibandingkan minyak ikan kasar.

MFO PCM dapat diintegrasikan pada bangunan terutama pada dinding dan langit-langit. Aplikasi MFO PCM pada dinding menggunakan bentuk fins yang diisi dengan PCM sedangkan pada langit-langit menggunakan bentuk silinder.

 

Di bawah bimbingan Dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan FPIK IPB, Bambang Riyanto, Yeyen dan Ani melakukan penelitian dengan judul 'Bangunan Hemat Energi Masa Depan dengan Struktur Insulator Termal Berbasis Marine Fish Oil Phase Change Material'.

Yeyen berharap, sistem yang telah mereka rancang dapat direalisasikan di Indonesia. "Karena beberapa negara sudah menggunakan material ini sebagai pendingin pada ruangan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement