Senin 11 Jun 2018 13:49 WIB

Polri tak Mau Spesifik Awasi HP dan Medsos Mahasiswa

Pemantauan ini dilakukan dengan mekanisme patroli siber.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Sosial Media
Foto: VOA
Sosial Media

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kemententerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) berniat mendata nomor ponsel dan media sosial mahasiswa. Terkait hal tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia justru tidak ingin melakukan pemantauan dengan spesifikasi khusus pada mahasiswa saja.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menyatakan, Polri memantau seluruh media sosial warga, bukan hanya mahasiswa. Kejadian penangkapan terduga teroris di Universitas Riau beberapa waktu lalu tidak lantas membuat mahasiswa menjadi target pantauan khusus Polri.

"Ah kita sih tidak ada, kita tidak memantau spesifik mahasiswa seperti itu, kita memantau seluruh pengguna media sosial," ujar Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (11/6).

Menurut Setyo, Polri tidak memandang profesi, baik mahasiswa atau pekerja atau siapapun dalam memantau aktivitas di dunia siber terkait radikalisme. Pemantauan itu dilakukan dengan mekanisme patroli siber yang dilakukan Direktorat Tindak Pidana Siber. "Kita secara umum," kata Setyo menegaskan.

Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir telah meminta kepada rektor untuk mulai mendata nomor handphone dan akun media sosial mahasiswa sejak penerimaan mahasiswa baru. Dia pun menegaskan, pendataan tersebut diberlakukan untuk semua kampus tanpa terkecuali.

"Iya semua (kampus). Nanti pada penerimaan mahasiswa baru saya juga sudah minta kepada para rektor untuk mencatat semua nomor HP (ponsel) dan medsos mahasiswa baru," kata Nasir.

Menurut dia, hal itu bertujuan sebagai bentuk monitoring, menyusul adanya indikasi radikalisme di kampus. Pendataan tersebut juga diklaim akan mempermudah monitoring yang dilakukan oleh Kemenristekdikti bersama BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan BIN (Badan Intelijen Negara).

Dia mengatakan, pendataan melalui nomor ponsel dan akun media sosial dilatarbelakangi oleh kasus di salahsatu perguruan tinggi negeri di Bandung. Yang mana, ada beberapa mahasiswa di PTN tersebut telat terpapar radikalisme karena terpengaruh media sosial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement