Jumat 01 Jun 2018 16:47 WIB

Mahasiswa ITS Raih Gelar Kehormatan di UNSC 2018

Delegasi ITS diwakili oleh Fadilah Muhammad Abdurrahman dan Zhafir Tri Setiabudi.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
ITS
ITS

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur, kembali menorehkan prestasinya di kancah internasional. Berkat kepiawaiannya, dua mahasiswa ITS meraih gelar kehormatan (Honorable Mention) pada acara United Nations Security Council (UNSC) yang dihelat di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

Dalam kegiatan UNSC ini, setiap delegasi peserta ditantang untuk mensimulasikan konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Delegasi ITS diwakili oleh Fadilah Muhammad Abdurrahman dan Zhafir Tri Setiabudi. Dalam helatan ini, tiap peserta ditantang untuk memerankan diri sebagai perwakilan suatu negara untuk bernegosiasi dan berdiskusi mengenai suatu topik.

"Topik yang disepakati saat itu adalah konflik antara Palestina dan Israel, dan tim kami berperan sebagai delegasi AS (Amerika Serikat)," ujar Fadilah Muhammad Abdurrahman, dalam pesan singkatnya, Jumat (1/5).

Pria yang akrab disapa Rohman itu mengungkapkan, hal terpenting dalam kompetisi ini, yaitu peserta harus berperan sebagai perwakilan negara, bukan sebagai diri sendiri. Sehingga Rohman dan Zhafir tentunya harus mengesampingkan pandangan dan ego pribadi dan fokus menjadi delegasi Amerika Serikat.

Bagi keduanya, berperan sebagai delegasi AS merupakan sebuah keuntungan. Sebagai anggota permanen UNSC, AS memiliki kekuatan lebih seperti hak veto. Namun mereka juga menemukan beberapa kesulitan.

"Kesulitannya, AS seringkali melakukan banyak hal yang tidak disenangi oleh hampir semua negara, misalnya memindahkan kedutaannya yang di Israel ke Yerussalem," kata Rohman.

Hal tersebut membuat hampir semua delegasi menentang setiap opini yang mereka kemukakan sebagai perwakilan AS. Alhasil, Rohman dan Zhafir harus memberikan usaha lebih dalam melakukan negosiasi.

"Kami dituntut untuk kreatif dalam menyalurkan ide-ide yang disesuaikan dengan situasi dan kompromi peserta lainnya," kata mahasiswa Departemen Teknik Kimia tersebut.

Ketika ditanya soal saingan terberatnya, dengan lantang Rohman menunjuk delegasi Kuwait. Pasalnya, Kuwait berperan sebagai musuh bebuyutan AS dan Israel pada saat konferensi.

Untuk persiapan lomba, Rohman dan Zhafir mengaku membutuhkan waktu sekitar tiga pekan. Selain mempelajari kebijakan AS dan PBB, mereka juga perlu melakukan persiapan mental seperti dengan latihan berbicara di depan umum.

Sementara itu, bagi Zhafir, kegiatan UNSC yang merupakan bagian dari MUN merupakan wadah untuk melatih softskill seperti berbicara di depan umum, negosiasi, dan juga etika berdiskusi. "Sebuah keuntungan yang berguna tidak hanya di bangku perkuliahan, namun juga di dunia kerja kelak," kata Zhafir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement