Rabu 23 May 2018 20:38 WIB

Unisba Temukan 25 Joki Ujian Masuk Fakultas Kedokteran

Unisba tidak akan memberikan toleransi terhadap para pelaku kejahatan akademik.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Unisba Temukan 25 Joki Ujian Masuk Fakultas Kedokteran
Foto: Republika/Arie Lukihardianti
Unisba Temukan 25 Joki Ujian Masuk Fakultas Kedokteran

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Universitas Islam Bandung (Unisba), menemukan 25 joki pada ujian saringan penerimaan mahasiswa baru saat seleksi pertama di Fakultas Kedokteran pada 19 Mei 2018. Para joki saat ini tengah diproses secara hukum sebagai pelaku kejahatan akademik.

Menurut Wakil Rektor I Unisba A Harits Nu’man yang juga Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru (PPMB) Unisba 2018, Unisba tidak akan memberikan toleransi terhadap para pelaku kejahatan akademik. Karena keberadaan para joki ini, selain merusak citra akademik juga membuat calon mahasiswa tak jujur. 

“Kami sudah melaporkan mereka ke Polrestabes. Pelaporan ini akan memberikan efek jera terhadap para pelaku,” ujar Harist kepada wartawan di ruang Rektorat Unisba, Rabu (23/5).

Menurut Harits, dari 25 pelaku joki yang ditangkap, hanya 4 orang yang ditahan. Ternyata, dari hasil intograsi oleh pihak Unisba ke 4 orang yang semuanya perempuan ini,  masih berstatus mahasiswa. Yakni, dua orang joki kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan dua joki kuliah di Perguruan Tinggi Swasta (PTS). 

"Dari 25 orang yang tertangkap, tujuh orang joki mahasiswa itu berjenis kelamin laki-laki. Sisanya, perempuan termasuk keempat joki yang ditahan," katanya.

Harist menjelaskan, mereka dilaporkan dengan tudingan pemalsuan identitas, penipuan, dan perbuatan tidak menyenangkan. Dia menduga para, joki itu tergabung dalam sebuah sindikat kejahatan akademik. Karena, para pelaku mengaku di bawah koordinator dari Purwokerto dan Jakarta.

Dugaan tersebut, didukung dengan bukti percakapan dalam ponsel joki yang ditemukan. Harits menyebut ada kelompok lain yang jumlahnya 30 orang sudah berada di Bandung. 

“Mereka menginap di dalam hotel yang sama. Biaya hotel, tiket perjalanan, dan akomodasi di Bandung ditanggung oleh koordinator,” katanya.

Selain itu, kata dia, dari keterangan pelaku juga inisial koordinator itu MR dari Purwokerto dan IDR dari Jakarta. Tiap pelaku mengaku dibayar Rp 4 juta.  “Transkrip itu dilampirkan dalam laporan ke kepolisian. Bukti transkrip yang kami serahkan cukup tebal sampai 80-an halaman,” kata Harits. 

Oihaknya sudah mengirim surat untuk meminta klarifikasi dari kampus para pelaku terkait kebenaran identitas mereka. Sebagian besar para pelaku merupakan mahasiswa di Jawa Tengah. Bahkan, kampus terkait telah meminta kronologis peristiwa untuk memproses mahasiswanya yang kalau terbukti benar telah berbuat pidana. 

Seleksi tes masuk Fakultas Kedokteran Unisba, kata dia, dilakukan dua kali yaitu pada 19-20 Mei 2018. Seleksi pertama berupa psikotes dan seleksi kedua berupa tes akademik. Temuan joki tersebut, ada di seleksi gelombang kedua. 

Saat ini, kata dia, Fakultas Kedokteran Unisba merupakan fakultas favorit selama 13 tahun. Jadi, sistem ujian masuknya cukup ketat. Keberadaan joki ini, akan merusak mutu akademik Unisba. Padahal, Unisba satu-satunya perguruan tinggi di Jawa Barat yang memiliki sertifikasi sistem penjaminan mutu internal sejak 2008. 

Harist mengakui, saat seleksi gelombang pertama, ada yang terindikasi tapi jumlahnya tidak sebanyak sekarang. Namun, untuk gelombang 2, jumlahnya jauh lebih banyak. 

Dengan temuan joki ini, kata dia, semua calon mahasiswa yang menggunakan joki, namanya dicoret dari seleksi. Ia percaya penahanan terhadap joki itu akan memberikan efek jera. 

“Nyatanya di hari kedua seleksi, sekitar 100 calon mahasiswa tidak mengikuti seleksi. Ini kemungkinan besar dampak dari temuan tersebut,” katanya.

Harits berharap, ke depan penahanan joki itu akan memberikan efek jera. Ia berharap, masyarakat tidak tertipu dengan tawaran yang disampaikan. “Jangan tergiur dengan yang menjanjikan bisa masuk ke fakultas terfavorit,” ujarnya. 

Sementara menurut Penanggung Jawab seleksi psikotes Indri, temuan itu berawal dari laporan pengawas yang menemukan adanya ketidakmiripan antara peserta tes dengan identitas yang ada di panitia.  “Kami meminta identitas lain, tapi mereka tidak mampu menunjukkannya,” katanya.

Bahkan, kata dia, peserta joki itu tak satu pun yang membawa identitas berupa KTP. Tapi mereka membawa foto kopi akta kelahiran, kartu keluarga, dan kartu pelajar dengan foto yang sama dengan wajah para pelaku. 

"Saya kemudian mencocokan sendiri wajah peserta yang jumlahnya 400 an orang. Dan saya temukan 25 orang tersebut yang wajahnya berbeda dengan foto peserta ujian," katanya. 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement