Ahad 25 Feb 2018 17:43 WIB

Lulusan Perguruan Tinggi Harus Siap Hadapi Era Disrupsi

Era disrupsi bukan sekadar fenomena hari ini, melainkan fenomena hari esok.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Rektor UNY Sutrisna Wibawa saat memberi sambutan.
Foto: Dokumen.
Rektor UNY Sutrisna Wibawa saat memberi sambutan.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Akhir-akhir ini, dunia dikejutkan dengan era baru bernama disrupsi atau masuknya disrupsi innovation. Kehadirannya yang tidak terlihat, ternyata tidak diasadari organisasi lama yang telah merasa dirinya mapan.

Hal itu diungkapkan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, saat memberi mandat kepada wisudawan-wisudawan UNY. Ia melihat, era disrupsi ini telah jadi pengganggu roda organisasi petahan dan tidak jarang menghancurkannya.

Kasus yang populer tentu keberadaan angkutan umum berbasis daring (online), yang tanpa diduga mampu menggeser keberadaan angkutan konvensional. Selain itu, ada kartu e-toll, AirBNB, atau toko-toko daring yang mampu menggeser pekerja maupun perhotelan sekalipun.

Perlahan tapi pasti, pergeseran ini mengubah kondisi sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Ia melihat, era disrupsi akan meluas, mulai pemerintahan, politik, ekonomi, budaya, hukum, penataan kota, konstruksi, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

"Era disupsi bukan sekadar fenomena hari ini, melainkan fenomena hari esok, wisudawan harus siap dan berkompetisi memasuki era ini," kata Sutrisna, di GOR UNY, Sabtu (24/2).

Ia menilai, era ini masuk ditandai empat indikator, yaitu adanya keuntungan lebih mudah, lebih murah, lebih terjangkau, dan lebih cepat. Untuk menghadapi ini semua, lulusan-lulusan perguruan tinggi harus siap dengan segala persoalan yang dihadapi umat manusia.

"Dengan segala cara harus didekati, dianalisis, dan diselesaikan dari berbagai perspektif keilmuan, dan belajar dari era ini lulusan harus segera berubah karena jika tidak akan mengikuti jejak lesunya transportasi konvensional atau bisnis retail," ujar Sutrisna.

Sutrisna mengingatkan, saat ini dunia pendidikan sekalipun sudah marak berbasis Massive Open Online Course (MOOCs) atau sistem pembelajaran berupa kursus daring. Terlebih, itu biasanya dilakukan secar besar-besaran dan terbuka.

Tujuannya, lanjut Sutrisna, memberikan ruang partisipasi publik secara tidak terbatas melalui akses laman. Metode daring ini memiliki daya jangkau yang luas, melewati batas-batas fisik kampus dan negara.

Selain itu, MOOCs menyediakan forum pengguna interaktif, yang membantu membangun komunitas untuk dosen-mahasiswa atau guru-siswa. Program ini dirancang dan dikembangkan agar dapat memungkinkan peminat untuk terus belajar pada era digital saat ini dan di masa mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement