Jumat 12 Jan 2018 16:45 WIB

Dosen ITS Rancang Alat untuk Percepat Diagnosis TBC

Penyakit TBC (ilustrasi).
Foto: gsahs.nsw.gov.au
Penyakit TBC (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya I Ketut Eddy Purnama merancang sebuah inovasi alat yang diberi nama TB-Analyzer. Alat ini dapat menghitung jumlah bakteri tuberculosis (TBC) secara akurat. Sehingga, tenaga medis mampu memotong waktu diagnosis TBC hingga berjam-jam.

Ketut mengungkapkan, selama ini diagnosis tuberculosis masih dilaksanakan secara manual. "Dokter dan perawat masih menggunakan mata dengan menghitung adanya bakteri tahan asam (BTA) pada dahak penderita yang diletakkan di atas citra mikroskopik," kata dosen Departemen Teknik Komputer ini.

Penghitungan secara manual tersebut, lanjut Ketut, sering kali tidak akurat. Ini disebabkan area yang diperiksa sangat luas sehingga tidak memungkinkan untuk menghitung jumlah bakteri secara teliti.

"Bayangkan ada 100 area, lalu kita memindahkannya satu-satu dengan tangan. Pasti nanti akan ada yang terlewat entah karena lalai atau lelah," ujar Kepala Laboratorium Sinyal Digital ITS ini.

World Health Organization (WHO) juga menyatakan tuberculosis merupakan salah satu penyakit penyumbang kematian tertinggi di dunia. Salah satu penyebabnya adalah tidak akuratnya informasi tingkat keparahan penderita. Angka kematiannya pun mencapai 1,7 juta jiwa per tahun.

Berangkat dari masalah tersebut, Ketut menggandeng tiga tim dosen lainnya untuk melakukan penelitian. Ketiga dosen tersebut antara lain Arman Hakim Nasution dari Departemen Manajemen Bisnis, Supeno Mardi Susiki Nugroho dan Arief Kurniawan dari Departemen Teknik Komputer.

Selama lebih dari tiga tahun, Ketut dan tim melakukan penelitian, sampai akhirnya dihasilkan alat penghitung bakteri tuberculosis yang diberi nama TB-Analyzer. Alat ini merupakan sistem terpadu antara aplikasi perangkat keras dan perangkat lunak untuk analisis citra mikroskopik.

Ketut menjelaskan, bagian perangkat kerasnya terdiri dari komputer jinjing yang terhubung ke mikroskop digital. Sementara bagian aplikasi mampu menginstruksikan untuk menggerakkan motor dan mendapatkan fokus pada bakteri agar mendapatkan puluhan gambar yang tidak tumpang tindih.

Lulusan University of Groningen ini menjelaskan cara kerja alat ini. Yakni diawali dengan penderita melakukan X-Ray untuk menentukan apa pasien terjangkit TBC atau tidak. Ketika didiagnosa menderita TBC, dahak dari penderita diambil di atas preparat dahak, dikeringkan lalu dibakar. Tujuan pembakaran ini untuk melelehkan bakteri yang berbentuk batang dengan lapisan lilin.

Ketika pembakaran selesai, preparat diberi warna dengan menggunakan Ziehl Neelsen. Setelah itu, preparat didinginkan dan diletakkan kembali di atas mikroskop digital. Nantinya, bakteri akan secara otomatis muncul di layar komputer.

Ketut juga menegaskan, TB-Analyzer ini memiliki kemampuan yang akurat dan kuat dalam menghitung ratusan gambar bakteri. Alat tersebut juga mampu menghitungnya dalam berbagai macam skala gambar.

Akan tetapi, TB-Analyzer yang dibuat ini masih dalam tahap penyempurnaan. Kita masih akan menyempurnakan bagian mekaniknya terlebih dahulu. Setelahnya, produk ini akan mulai dipasarkan dengan menggandeng rumah sakit milik pemerintah maupun swasta, klinik, serta laboratorium penelitian, ujar Ketut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement