Jumat 24 Nov 2017 16:14 WIB

Unisba Bentuk Pusat Kajian Timur Tengah

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah peserta aksi dari Solidaritas Muslimin Indonesia untuk Al-Quds, Voice Of Palestina, dan Garda Merah Putih menggelar aksi solidaritas Palestina di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (10/7).  (Republika/Wihdan)
Sejumlah peserta aksi dari Solidaritas Muslimin Indonesia untuk Al-Quds, Voice Of Palestina, dan Garda Merah Putih menggelar aksi solidaritas Palestina di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (10/7). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Universitas Islam Bandung (Unisba), membentuk pusat kajian Timur Tengah. Menurut Ketua Pelaksana Lembaga Studi Islam Unisba, Wildan Yahya, pusat kajian ini dibentuk dengan harapan mahasiswa dan civitas akademika Unisba bisa memiliki kepedulian yang kuat ke Timur Tengah.

"Targetnya, Pusat Kajian ini bisa dibentuk Desember akhir tahun ini. Tapi, menunggu MoU dengan Kemenlu," ujar Wildan kepada wartawan, Jumat (24/11).

Wildan menjelaskan, pusat kajian ini dibentuk dalam rangka mengetahui persoalan yang terjadi disana. Agar, bisa memberikan kontribusi dan memberikan sumbangan pemikiran.

"Aktivitas yang ada di pusat kajian ini, nanti akan muncul atau berkembang berbagai penelitian," katanya.

Pusat kajian ini, kata dia, diperlukan agar saat ada kasus mencuat bisa langsung ikut menyumbangkan solusi. Kedua, memungkinkan bisa melibatkan tenaga ahli didalamnya melakukan kontribusi terhadap penyelesaian masalah di Timur Tengah.

"Selama ini, gubungan kita dengan Timur Tengah baik-baik saja dan kita tak pernah ada masalah dengan Timur Tengah," katanya.

Saat ini, kata dia, yang harus terus diperbaiki adalah meningkatkan investasi negara Timur Tengah. Jadi, bagaimana agar investor dari Timur Tengah bisa semakin besar.

"Investasi kecil, kemungkinan karena tingkat kepercayaan ke Indonesia belum maksimal jadi investasinya belum maksimal," katanya.

Padahal, kata dia, dilihat dari keamanan, Indonesia termasuk negara yang terjamin keamanannya. Namun, kemungkina dari sisi keagenan dan kebijakan Indonesia berubah-ubah.

"Kebijakan yang berubah-ubah ini kemungkinan membuat investasi setengah-tengah. Jadi, harus ada jaminan dalam investas," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement