Jumat 20 Oct 2017 08:36 WIB
3 Tahun Jokowi-JK

Tradisi Emas Olimpiade Kembali di Era Jokowi

Presiden Joko Widodo (dari kiri) bersama Atlet Bulutangkis Ganda Campuran peraih medali emas Olimpiade Rio 2016 Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir di Istana Merdeka, Jakarta, 24 Agustus 2016.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Presiden Joko Widodo (dari kiri) bersama Atlet Bulutangkis Ganda Campuran peraih medali emas Olimpiade Rio 2016 Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir di Istana Merdeka, Jakarta, 24 Agustus 2016.

Oleh Bambang Noroyono

Wartawan Republika

Olimpiade 2016 di Brasil dan SEA Games 2017 di Malaysia tak salah kalau dijadikan tolok nilai pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam bidang olahraga. Genap tiga tahun pemerintahannya, dua gelaran besar itu terlewati dengan label gagal target.

Dari Rio de Janeiro, pemerintah menargetkan dua medali emas. Tetapi cuma satu yang didapat. Dari Kuala Lumpur, para atlet dipaksa bangga dengan raihan sebanyak 38 medali emas yang dibawa pulang. Hasil itu menempatkan Indonesia di peringkat ke-5. Posisi dan prestasi itu tak membaik dari SEA Games 2015 di Singapura. 

Padahal ada dua versi target Indonesia di gelaran akbar ASEAN itu. Sesmenpora Gatot Dewa Broto mengungkapkan, Presiden Jokowi menargetkan Indonesia sebagai juara umum. Ketua Satlak Prima Laksamana (purn) Achmad Sutjipto cuma meminta target rangking tiga besar dengan perolehan medali emas antara 47 sampai 68 keping.

Gatot mengakui kegagalan dari SEA Games catatan terburuk prestasi olahraga saat ini. “Dari aspek prestasi kami mengakui belum memberikan yang terbaik,” ujar dia. 

Tetapi, dia menolak tudingan gagal jika menengok satu medali emas yang diperoleh atlet bulutangkis ganda campuran Ahmad Tontowi dan Liliana Natsir dari Olimpiade 2016.  “Kami berhak mengklaim itu sebagai satu keberhasilan dan prestasi,” ujar dia. 

Gatot punya alasan menganggap hasil dari olimpiade itu sebagai prestasi yang bikin bangga. Acuan dia prestasi nihil Olimpiade 2012 di London, yang ketika itu Indonesia tak berhasil membawa pulang satupun medali emas.

3 Keberhasilan: Infrastruktur, Sport Science, & Kesejahteraan Atlet

Pekerja beraktivitas di sekitar proyek renovasi Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). (REPUBLIKA/Prayogi)

Di luar prestasi, Gatot mengatakan, sebetulnya ada tiga keberhasilan lain dalam bidang olahraga selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK. Yang utama soal infrastruktur dan sarana olahraga modern (sport science). 

Gatot mengatakan konsistensi pembangunan infrastruktur oleh Jokowi-JK ikut menyentuh pembangunan situs-situs keolahragaan. Dia mengatakan fakta itu menengok proses pemugaran dan pembangunan kembali Komplek Olahraga Senayan dan Stadion Utama Gelora Bung Karno di Jakarta. Juga dengan pembangunan sarana Asian Games di Sumatra Selatan (Sumsel). 

Ibu kota dan Palembang memang dalam tahap akhir pembangunan sarana menuju Indonesia sebagai tuan rumah pesta olahraga terbesar di Benua Asia 2018 mendatang. Tapi diterangkan Gatot, tanpa menengok Asian Games, semua fasilitas olahraga yang terbangun tersebut menjadi investasi yang dibutuhkan para atlet nasional. 

“Kita ketahui bersama bahwa kemauan Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games itu bukan keputusan dari pemerintahan saat ini,” ujar dia. 

Gatot juga menganggap keputusan Jokowi-JK membangun kembali P3SON Hambalang sebagai prestasi.  Situs olahraga bermasalah itu bukan buah  kebijakan pemerintahan Jokowi-JK. 

Tapi, menurut Gatot, keputusan membangunan kembali situs tersebut, menampakkan keseriusan pemerintah untuk memajukan olahraga nasional. “Pusat-pusat olahraga ini sangat kurang. Dan itu ada kaitannya dengan kegagalan prestasi tadi,” ujar dia. 

Gatot mengatakan, rencana strategis yang disorongkan kementeriannnya kepada Presiden Jokowi-JK, para atlet nasional sedikitnya membutuhkan 10 situs keolahragaan dengan standar yang sama seperti P3SON Hambalang. Pembandingnya Thailand yang sudah punya enam titik kawasan olahraga yang tersentral dan berbasis teknologi. 

Keberhasilan lain pemerintahan Jokowi-JK dalam bidang olahraga pun menyentuh soal kesejahteraan. Gatot mengatakan, hanya di rezim saat ini yang menjadikan atlet sebagai warga negara istimewa lewat jaminan penghidupan yang layak dan mapan. 

Jaminan itu dari keputusan pemerintah yang menerima usulan Kemenpora tentang peningkatan bonus atlet. Bonus atlet di Indonesia terbesar kedua di dunia setelah Singapura. 

Peraih medali emas olimpiade punya hak mengklaim uang negara Rp 5 miliar. Peraih medali perak Rp 3 miliar. Paling kecil Rp 1 miliar bagi peraih medali perunggu. Singapura medali emas diganjar Rp 9,3 miliar.

Bonus di level Asian Games meningkat 100 persen lebih. Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan (Korsel) peraih medali emas cukup dengan bonus Rp 400 juta. Asian Games 2018 mendatang, atlet peraih podium tertinggi diganjar Rp 1 miliar. Bonus atlet dari SEA Games, tertinggi Rp 200 juta. 

“Peningkatan bonus ini bentuk prestasi dan pemahaman pemerintah untuk tidak lagi-lagi mengabaikan peran dan prestasi atlet,” ujar Gatot. 

Dia mengatakan, pemberian bonus dengan nilai yang sama juga diperuntukan bagi para atlet disabilitas yang selama ini luput dari kebijakan pemerintah. 

 

Baca juga: 

Bagian Kedua Karut-Marut Administrasi Bikin Prestasi Atlet Melorot

Bagian Ketiga Ini Kata Erick Thohir Soal Pencapaian Jokowi-JK di Olahraga

Bagian Keempat 3 Tahun Jokowi-JK, Target Prestasi & Anggaran Belum Selaras

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement