Kamis 19 Oct 2017 16:15 WIB

Kampus Diimbau Bersihkan Diri dari Paham Radikal

 Rektor UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Dede Rosyada memberikan sambutan dalam acara peluncuran program dan website Pesantren Untuk Perdamaian di Jakarta, Selasa (30/6).
Foto: Republika/Prayogi
Rektor UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Dede Rosyada memberikan sambutan dalam acara peluncuran program dan website Pesantren Untuk Perdamaian di Jakarta, Selasa (30/6).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Maraknya paham radikalisme yang mulai masuk ke dunia perguruan tinggi (kampus) tidak bisa dipandang remeh. Sebab, kampus sekarang ini bisa dikatakan sebagai salah satu sasaran radikalisme dan terorisme. Paham radikal dinilai tidak boleh masuk dan beredar bebas di lingkungan universitas. Kampus pun kini terus berbenah untuk membersihkan bibit-bibit paham radikal.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof Dede Rosyada mengatakan bahwa  kampus merupakan tempat kaum intelektual dan calon intelektual. Untuk itu kampus harus dapat mencegah masuknya paham radikalisme dan terorisme. Menurutnya ada beberapa cara agar lingkungan kampus terbebas dari paham radikalisme

“Untuk mencegah radikalisme di lingkungan kampus, pertama tentumya yakni pekuliahan. Dimana dalam perkuliahan ini yaitu perkuliahan yang sesuai kalendek akademik atau program studi yang telah ditentukan sesuai yang apa menjadi pilihan mahasiswa itu sendiri dan juga pendidikan yang di luar program studi seperti kegiatan kemahasiswaan,” ujar Prof De. Dede Rosyanda di Jakarta, Kamis (19/10).

Selain perkuliahan itu sendiri yang kedua dalam mencegah radikalisme di lingkungan kampus yakni dengan memperkuat mata kuliah tertentu seperti penguatan tafsir, penguatan ideologi negara itu sendiri dan mata kuliah tertentu lainnya. 

“Nanti di mata kuliah itu kita antisipasi dalam pokok-pokok bahasannya. Selain itu, mahasiswa yang berkuliah di kampus tersebut tidak hanya diberikan teori, namun juga dibekali dengan praktek di lapangan,” ujarnya.

Hal yang ketiga dalam mencegah masuknya paham radikal di kampus menurutnya yaitu dari tenaga pendidik atau dosennya itu sendiri. Kalau dosen yang masuk itu berlatar belakang pendidikan atau berpandangan ektrem atau berideologi radikal tentunya harus ditolak.

“Rekruitmen dosen di fakultas agama maupun umum, dan tenaga kependidikan lainnya, benar-benar diseleksi dengan ketat terkait paham dan komitmennya terhadap nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. Disinilah peran kampus dalam melakukan seleksi terhadap dosen sangat besar agar kampus itu terbebas dari benih-benih radikal,” ujarnya

Dikatakan pria yang juga Dewan Pembina Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) ini, setiap tenaga pengajar di perguruan tinggi, juga harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, baik itu dalam aktivitas belajar mengajar ataupun dalam setiap ketiatan kemahasiswaan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement