Rabu 04 Oct 2017 10:39 WIB

UMY dan Kedubes AS Gelar Seminar Soal Penyandang Disabilitas

Rep: ERIC ISKANDARSYAH/ Red: Winda Destiana Putri
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penyandang disabilitas sejatinya bukan hanya membutuhkan belas kasih, tapi lebih dari itu, mereka juga membutuhkan pekerjaan. Akan tetapi, untuk memperoleh pekerjaan tersebut, penyandang disabilitas masih dihadapkan dengan stigma, ketakutan, kekurangtahuan, dan mitos yang berkembang di masyarakat. Hingga akhirnya pekerjaan pun sulit mereka dapatkan.

Hal itulah yang menjadi perhatian Joyce Bender, President and CEO Bender Consulting Service, Inc. and Chair of the National Epilepsy Foundation, dalam memberikan materi seminar 'Economic Empowerment for People with Disability', pada Selasa (3/10). Seminar yang diselenggarakan oleh American Corner Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bersama Kedutaan Besar Amerika Serikat ini bertempat di Gedung Kasman Singodimejo, Ruang Sidang Pascasarjana Lantai 4, Kampus Terpadu UMY. Selain dihadiri oleh mahasiswa UMY, seminar ini juga dihadiri oleh para penyandang disabilitas.

Menurut Joyce yang sudah melakukan penelitian di beberapa kota di Indonesia, permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas selalu sama, yakni sulitnya mendapatkan pekerjaan. "Saya sudah berkeliling Indonesia, seperti ke Sumatra, Bali, Kalimantan, dan yang menjadi permasalahan selalu sama. Stigma, ketakutan terhadap penyandang disabilitas, bahkan juga mitos. Mitos seperti epilepsy menular dan sebagainya, sehingga menyebabkan para penyandang disabilitas sulit memperoleh pekerjaan," jelasnya.

Joyce bahkan menekankan bahwa penyandang disabilitas tidak butuh belas kasih. Tapi yang dibutuhkan mereka adalah pekerjaan dan perlakuan yang sama seperti kepada manusia normal umumnya. "Penyandang disabilitas bukan butuh kasihan. Tapi butuh pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Membutuhkan perlakuan yang sama, karena kami juga bisa melakukan apa yang kalian lakukan. Kami hanya berbeda, bukan cacat," ujar Joyce yang juga mengidap epilepsi tersebut.

Selain itu, ia juga memaparkan hasil pengamatannya, bahwa penyandang disabilitas sebenarnya memiliki pemikiran yang lebih kreatif dan lebih disiplin waktu. Karena mereka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sebelumnya tidak pernah diberikan. Hasil pengamatannya tersebut ia dapatkan setelah perusahaan profit yang didirikannya, yakni Bender Consulting Service, tidak hanya berhasil bekerjasama dengan perusahaan besar seperti Microsoft dan IBM. Tapi juga bekerjasama dengan pemerintah Amerika Serikat dan NSA (National Securty America). 

"Hal tersebut juga tidak lepas dari banyaknya penyandang disabiltas yang bekerja di NSA. Bahkan pada pemerintahan Obama, ada sekitar 100 ribu penyandang disabilitas yang bekerja di tingkat pemerintahan," kata dia. Oleh karena itu, imbuh Joyce lagi, Indonesia juga perlu memiliki sikap dan peraturan yang sama dalam memberikan hak pekerjaan kepada para penyandang disabilitas.

Menurutnya, untuk memulai hal tersebut harus dimulai dari pendidikan. Dimana penyandang disabilitas juga mendapatkan pendidikan yang sama dengan yang lainnya. Selain itu, di dalam berbagai aspek kehidupan, pemerintah bisa memberikan berbagai akses yang memang menyesuaikan atau mempertimbangkan keberadaan penyadang disabilitas.

Joyce juga berharap agar para generasi muda bisa ikut berkontribusi di berbagai sektor untuk menunjang dan membantu para penyandang disabilitas. "Saya sangat senang bisa hadir di sini, karena bisa bersama dengan anak-anak muda yang memiliki semangat luar biasa. Selain itu, nantinya kalianlah yang memiliki tanggung jawab untuk ikut bersama dalam membangun keadilan dan HAM untuk semua orang. Semua juga tergantung kepada generasi muda, di Amerika contohnya, perhatian pemerintah terhadap penyandang disabilitas juga tidak lain dikarenakan gerakan pemudanya," tutupnya.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement