Kamis 31 Aug 2017 21:41 WIB

Pembelajaran Berharga Inkubasi Bisnis dari Taiwan

Peneliti IPB Dr Rohani belajar mengenai inkubasi bisnis ke Taiwan.
Foto: Dok IPB
Peneliti IPB Dr Rohani belajar mengenai inkubasi bisnis ke Taiwan.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dalam rangka menggali pengalaman pengelolaan pusat inkubasi bisnis, Pusat Inkubator Bisnis dan Pengembangan Kewirausahaan (Incubie) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) mengirim Dr  Rohani Hasbullah ke National Cheng Kung University (NCKU) Taiwan.

NCKU memiliki Technology Transfer and Business Incubation Center (TTBIC) yang secara organisasi berada di bawah Research & Services Headquarter (RHS) atau semacam LPPM. RHS membawahi 72 R&D Centers dan tiga Functional Centers, yaitu TTBIC, Center for industrial service and convention & exhibition management, dan NCKU Science Park.

TTBIC merupakan pusat yang bertanggung jawab terhadap pengurusan intellectual property (IP atau HKI), transfer teknologi (TT), melakukan inkubasi, dan mengembangkan Startup. TTBIC memperkerjakan tujuh staf sebagai Technology Manager (TM) dengan gaji yang lebih tinggi (10-15  persen  di atas gaji rata-rata) yang bertugas melakukan komersialisasi hasil-hasil riset.

Mereka diberi target untuk bisa mengkomersialkan hasil-hasil riset setiap tahunnya. Setiap TM bertanggung jawab terhadap 40-50 hasil riset dan sekira 20 persen hasil riset tersebut bisa dikomersialkan. Mereka mendatangi para peneliti, diskusi tentang teknologinya, mencari key person dari industri, melakukan negosiasi atas nama peneliti. Mereka dapat bonus jika berhasil.

Tidak sedikit pengalaman menarik diperoleh Dr  Rohani selama di NCKU. Background para TM ini sesuai dengan bidang teknologi yang akan ditangani, tetapi hal terpenting adalah merek pekerja keras dan mempunyai sikap yang baik. “Dengan memanfaatkan jaringan alumni, TM mencari key person yang tepat dari kalangan industri atau pelaku usaha sebagai pembeli potensial hasil-hasil inovasi,” kata Rohani dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (31/8).

Ia menambahkan, para peneliti dari kalangan dosen dan mahasiswa akan dibantu dalam pembuatan proposal utk pengajuan "intellectual property" (HKI) dari divisi IP. Evaluasi menjadi tahapan penting dalam menentukan apakah hasil inovasi itu layak dipatenkan atau tidak. Pertimbangan utamanya selain dari aspek kualitas teknologi (technology quality) yang akan dipatenkan, juga nilai komersialnya (technology value) pada saat dilakukan transfer teknologi ke industri.

“Teknologi penting untuk dipatenkan, akan tetapi jika tidak dapat ditransfer ke industri maka hanya akan menjadi beban karena biaya pendaftaran paten dan pemeliharaannya yang cukup mahal,” ujar Rohani.

Dalam transfer teknologi kepada industri, NCKU memperoleh royalti yang ditentukan dari hasil negosiasi berdasarkan "technology value". Besarnya royalti paten didistribusikan kepada inventor, NCKU dan TTBIC.

Rohani menjelaskan, apabila dalam pengurusan paten, peneliti atau inventor tidak mengeluarkan biaya maka proporsi profit dari hasil TT adalah 51 persen untuk inventor, 34 persen untuk NCKU dan 15 persen untuk TTBIC. Sedangkan apabila inventor menanggung seluruh biaya paten maka proporsi profitnya 68 persen untuk inventor, 17 persen untuk NCKU dan 15 persen untuk TTBIC.

“Sejak didirikan pada tahun 2007, TTBIC telah berhasil melakukan transfer teknologi sebanyak 734 teknologi, dan NCKU tercatat sebagai kampus yang tertinggi di Taiwan dalam hal transfer teknologi ke industri,” tutur Rohani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement