Selasa 15 Aug 2017 17:14 WIB

Eratkan Indonesia-Malaysia Lewat Jalur Akademik

Rep: Kabul/ Red: Yudha Manggala P Putra
Kampus UI
Foto: Musiron/Republika
Kampus UI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usia hubungan diplomatik Indonesia Malaysia sudah tak lagi muda. Tahun 2017 ini, sejarah mencatat peringatan hari jadi ke-60 hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia. Sebagai negara serumpun, Indonesia dan Malaysia punya banyak kesamaan. Ketegangan hubungan kedua negara ini kadangkala malah disebabkan banyaknya kesamaan itu.

Sebagai bagian dari peringatan hubungan diplomatik itu sekaligus rangkaian peringatan ulang tahun ASEAN ke-50, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia bekerja sama dengan Fakultas Sastra dan Ilmu Sosial Universitas Malaya menyelenggarakan Persidangan Antarabangsa Hubungan Malaysia-Indonesia (PAHMI) ke-11.

Konferensi yang berlangsung pada 14-16 Agustus 2017 di Universitas Indonesia Depok ini bertujuan untuk memahami lebih dalam hubungan serta isu antara Indonesia dan Malaysia dari beragam perspektif. Konferensi ini melibatkan para mahasiswa, peneliti, praktisi, dan NGO dari kedua negara, serta negara-negara lain yang tertarik mengkaji hubungan Indonesia-Malaysia.

Konferensi internasional ini mengangkat tema “Indonesia and Malaysia: The Two Binding Forces of ASEAN”. Salah satu peserta PAHMI Ke-11 dari Jabatan Sejarah Fakulti Sastera dan Ilmu Sosial, Universiti Malaya Alwi Daud menuturkan konferensi ini memiliki peran penting dalam mengeratkan hubungan para akademisi di Indonesia dan Malaysia.

"Melalui pertemuan dengan para akademisi ini, kita punya ilmu akan lebih bertambah. Kita akan bertemu dengan bermacam-macam buah pikiran yang baru," kata Alwi Daud, kepada Republika.co.id di UI Depok, Selasa (15/8).

Alwi mengaku banyak hal yang dapat dipelajari dalam konferensi ini. Alwi, yang melakukan studi naskah kuno misalnya, menemukan pelbagai metode penelitian baru dari para akademisi lain.

Mahasiswa Universiti Malaya ini meneliti konsep "tiga hujung" aristokrat Bugis yang ada di alam Melayu pada abad ke-18, berdasarkan teks Tuhfat Al Nafis, Salasilah Melayu, dan Bugis, serta Hikayat Upu Daeng Menambun. Ketiga konsep tersebut yaitu hujung lidah, hujung syahwat, dan hujung keris. Alwi mengatakan konsep ini masih kekal dilestarikan sampai hari ini.

Indonesia dan Malaysia memiliki sejarah panjang dalam hubungan kerja sama antarnegara. Kedua negara ini memiliki banyak persamaan, baik dari segi geografi, demografi, maupun sejarah. Berbagai persamaan tersebut turut mempengaruhi dinamika hubungan antara Indonesia dan Malaysia.

Laiknya tetangga rumah, kadangkala ada ketegangan dalam hubungan Indonesia-Malaysia. Alwi melihat hubungan tegang antara Indonesia-Malaysia bukanlah masalah besar. Bahkan, menurut dia, masalah itu timbul lantaran orang tidak membaca atau meneliti konsep kesejarahan Indonesia-Malaysia. "Sebab pada kita yang belajar, kita yang paham, sebenarnya tak ada masalah," ucap dia.

Seraya berseloroh, Alwi mengatakan, andai tidak dipisahkan dengan perjanjian Inggris-Belanda, tidak mustahil Indonesia dan Malaysia sudah menjadi satu negara. Menurut dia, banyak cara yang bisa dilakukan untuk menguatkan hubungan. Lewat jalur akademik, budaya, atau musik.

"Budaya kita similar, kan tak jauh beda Indonesia dan Malaysia. Banyak yang kita boleh buat untuk menguatkan hubungan. Tidak bergantung kepada akademik semata-mata, budaya boleh, musik boleh," kata Alwi.

Selain peneliti dari Malaysia, konferensi ini diikuti oleh banyak akademisi dan peneliti dari Indonesia. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Setia Gumilar memilih menjadikan naskah kuno sebagai titik tolak penelitiannya. Setia bersama rekannya, Dadan Rusmana, meneliti Naskah Arab Pegon dalam Penelusuran Jaringan Intelektual Islam di Asia Tenggara.

Setia mengatakan Indonesia dan Malaysia mempunyai potensi sumber keilmuan yang sangat kaya. Salah satunya, naskah beraksara pegon. Naskah-naskah itu mengandung jati diri atau identitas bangsa Indonesia. Yang sayangnya, hari ini sudah banyak diabaikan orang.

Alumni Universitas Indonesia ini menyatakan naskah-naskah pegon itu tersebar di Malaysia, Singapura, Brunei, dan berbagai negara di Asia Tenggara. "Dari naskah itu dapat kita ambil benang merah, dimana titik temunya antara Indonesia dan Malaysia. Lewat potensi naskah itu akan ketemu identitas kita," ujarnya.

Setia tidak menyangkal pernah ada satu hubungan yang tegang antara Indonesia dan Malaysia. Tapi, ia melanjutkan, hari ini pola hubungan Indonesia Malaysia mulai terbangun harmonis. Konferensi ilmiah semacam ini dapat menjadi jembatan untuk mencari solusi atas berbagai persoalan yang sedang dihadapi kedua bangsa.

"Lewat jalur akademik inilah pola hubungan negara Indonesia Malaysia bisa terbangun dengan baik," ujar Setia. Pembicara kunci pada PAHMI ke-11 adalah Menteri Ekonomi dan Keuangan era Megawati Soekarnoputri Prof. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dan Menteri Luar Negeri era 2001-2009 Hassan Wirajuda.

Sejumlah pembicara lain yang hadir antara lain Prof. Susanto Zuhdi (Universitas Indonesia), Prof. Melani Budianta (Universitas Indonesia), Prof. Ris Harry Truman Simanjuntak (National Centre for Archeological Research), Asoc. Prof. Hanafi bin Hussin (Universitas Malaya), Asoc. Prof. Mohammad Reevany Bustami (Universiti Sains Malaysia), Azhar Ibrahim Ph.D (National University of Singapore), dan Prof. Antonia Soriente (University of Naples 'L'Orientale).

Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Adrianus L.G. Waworuntu menambahkan penyelenggaraan PAHMI 11 diharapkan dapat menciptakan hubungan kerja sama antara Indonesia dan Malaysia menuju arah yang lebih baik. Apalagi, Indonesia-Malaysia sedang dalam masa transisi menuju pelaksanaan ASEAN Economic Community (AEC).

"Saya percaya bahwa PAHMI dapat menjadi kesempatan baik untuk saling membagi pengetahuan serta memperkuat persahabatan antara Indonesia dan Malaysia. Dengan demikian, saya berharap konferensi ini dapat menghasilkan ide-ide baru dan progresif demi mendukung persiapan menghadapi AEC,” kata Adrianus Waworuntu dalam siaran persnya, Senin (14/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement