Kamis 20 Jul 2017 18:45 WIB

16 Peserta Difabel Ikuti Jalur Khusus Tes Masuk UIN Suka

Peserta mengikuti tes masuk jalur khusus difabel UIN Suka.
Foto: Dokumen
Peserta mengikuti tes masuk jalur khusus difabel UIN Suka.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Sebanyak 16 peserta difabel mengikuti tes masuk Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta melalui jalur khusus difabel. Mereka terdiri atas tunanetra (lima orang), tuna rungu (sembilan orang), dan tuna daksa (dua orang).

Setiap peserta ujian didampingi oleh petugas dan disediakan tempat khusus selama dua hari pada Selasa dan Rabu (18-19/7). Ketua Kantor Admisi UIN Sunan Kalijaga Dr H Ridwan, mengatakan pihaknya mengadakan jalur khusus ini sebagai kebijakan afirmatif untuk membuka pintu sempit bagi penyandang disabilitas masuk ke perguruan tinggi.

“Secara khusus saat ujian mereka didampingi petugas dari Pusat Layanan Difabel (PLD) UIN Sunan Kalijaga” kata Ridwan.

Adapun menurut Ketua Pusat Layanan Difabel (PLD) UIN Sunan Kalijaga, Dr Arif Maftukin, lewat jalur khusus ini PLD melakukan adaptasi soal, modifikasi bentuk, dan pendampingan kelas untuk memastikan bahwa tes masuk yang diberikan untuk calon mahasiswa difabel tidak menghambat pemenuhan hak-hak pendidikan mereka.

Ditambahkan, pemerintah sudah mengatur dengan jelas bahwa pendidikan untuk semua orang termasuk sampai jejang perguruan tinggi. Tinggal sekarang bagaimana aturan itu dilaksanakan. “ Universitas inklusif tidak cukup hanya menerima siswa disabilitas. Lebih dari itu, bagaimana kampus dapat melindungi dan menyampaikan haknya mereka” jelas Arif, dalam siaran pers.

Menurut dia, terjadinya kekerasan mahasiswa difabel di kampus karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang disabilitas. Pandangan masyarakat tentang difabel masih banyak yang mengartikan mereka manusia tidak normal.

“Masyarakat seringkali tidak toleran pada ketidaknormalan. Cara pandang itu ada di sekitar kita,” katanya, di sela-sela mengawasi ujian.

Arif menjelaskan masyarakat masih tidak menghormati terhadap sedikitnya perbedaan. Karena perbedaan itu dianggap aneh dan lucu, maka hal itu dianggap membenarkan perilaku kekerasan pada difabel untuk menertawakannya. Kemudian terjadilah bullying dan masyarakat berkontribusi akan kejadian itu.

Ia pun mengajak masyarakat untuk mengubah paradigma tentang disabilitas. “Pandangan kaum difabel sebagai abnormal harus diubah. Mereka normal sama dengan yang lainnya. Karena ketidaknormalan adalah bagian dari kemanusiaan sebagai mahluk ciptaan Tuhan,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement