Senin 17 Jul 2017 16:37 WIB

BNPB Gandeng ITS Gelar Sekolah Laut

Rep: Binti Sholikah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menggelar Sekolah Laut sebagai upaya gerakan nasional pengurangan bencana. Pada tahap awal, BNPB mengundang perwakilan dari 11 kabupaten/kota di seluruh Indonesia untuk mengikuti kelas dalam Sekolah Laut.

Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB Lilik Kurniawan mengatakan, Sekolah Laut digagas karena bencana hidrometeorologi di Indonesia sejak 2015 sampai 2016 mendominasi hingga 90 persen.

Untuk menangani bencana hidrometrologi tersebut, lanjutnya, tidak bisa parsial atau sepotong-sepotong. Melainkan harus menggunakan metode PBB yang namanya Ekosistem berbasis DRR atau dikembalikan pada daerah aliran sungai (DAS).

"Tidak bisa satu kabupaten menangani sendiri. Karena perlakuan daerah aliran sungai beda-beda di gunung atau hulu, tengah, dan hilir. Kalau di hulu ada sekolah gunung, di tengah ada sekolah sungai, dan di hilir sekolah laut," jelasnya kepada wartawan seusai acara pembukaan Sekolah Laut di gedung NASDEC ITS Surabaya, Senin (17/7).

Tahap awal, BNPB mengundang 11 kabupaten/kota untuk pembekalan. Para peserta merupakan tiga orang perwakilan yang ditunjuk masing-masing bupati/walikota. Tidak hanya pegawai negeri sipil, juga ada yang berstatus dosen, nelayan, maupun pegiat bencana.

Para peserta berasal dari ;Kabupaten Badung, Bali; Kabupaten Tanggamus, Lampung, NTB, NTT, Kendal, Lamongan, Pacitan, Pekalongan, Trenggalek, Semarang, hingga perwakilan Pemprov Jatim.

Nantinya, selama lima hari peserta akan dibekali upaya pengurangan dampak bencana. Setelah mengikuti sekolah laut, para peserta yang kembali ke daerah masing-masing diharapkan melakukan sosialisasi.

BNPB menargetkan terbentuk 1.000 orang pegiat laut. Berbagai kegiatan bisa dilakukan sesuai karakteristik wilayah masing-masing.

Misalnya daerah yang sering abrasi karena tidak terdapat tanaman mangrove bisa menanam tanaman bakau maupun aksi membersihkan sungai dari sampah. "Sekolah laut menjadi sarana kita untuk berbagi pengetahuan atau knowledge sharing. Kami mengajak calon fasilitator mampu menjadi agen pengurangan risiko bencana. Sehingga masyarakat tidak lagi menjadi objek tapi subjek," terang Lilik.

Lilik menambahkan, gerakan pengurangan risiko bencana memiliki tiga tujuan. Di antaranya, mengurangi risiko agar masyarakat siap siaga, mengurangi risiko bencana yang saat ini belum ada, serta meningkatkan kualitas hidup.

Ke depan, Sekolah Laut akan dikembangkan di daerah lain. BNPB rencananya kembali bekerja sama dengan ITS, Akademi Angkatan Laut Surabaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Ikatan Ahli Kebencanaan di Indonesia. "Kita baru pilot (project). Tahun 2018 kami akan kembangkan dengan lebih banyak lagi kabupaten/kota yang ada," ujarnya.

Sebelumnya, BNPB telah membuka Sekolah Gunung dan Sekolah Sungai. Pada Sekolah Gunung, sudah ada 14 kabupaten/kota yang terlibat.

Pelaksanaan digelar di Yogyakarta bekerja sama dengan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sedangkan Sekolah Sungai menggandeng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Sudah ada 23 kabupaten/kota yang mengikuti Sekolah Sungai dan tahun ini bertambah menjadi 40 kabupaten/kota. Sekolah-sekolah tersebut memiliki beberapa tahapan sesuai dengan tujuan pengembangannya.  "Level pertama kami mengajak masyarakat terlibat peduli terhadap laut dan pantai. Level kedua bagaimana yang dilakukan masyarakat mempunyai nilai tambah. Ketiga, harus berkelanjutan. Kami akan dorong kepala daerah untuk terlibat sebagai kepala sekolah. Seperti di Solo, Wali Kota Solo adalah Kepala Sekolah Sungai di Solo," paparnya.  

Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Timur Sudarmawan mengatakan, setelah BNPB menginisiasi sekolah laut, sekolah gunung dan sekolah sungai maka provinsi maupun kabupaten/kota nanti mengembangkan dan mengintegrasikan program kegiatannya dengan prpgram BNPB tersebut. "Kami punya desa tangguh ada 205 desa tangguh, nah itu nanti kita akan diskusi ada dua opsi. Opsi pertama sekolah itu bagian dari desa tangguh atau desa tangguh bagian dari sekolah. Saat ini berjalan paralel saling menguatkan," terang Sudarmawan.

Sudarmawan menambahkan, di Jatim terdapat 22 kabupaten/kota yang dilalui laut. Kemudian jumlah penduduk yang ada di pesisir laut mencapai 27 ribu.

Rektor ITS Joni Hermana mengungkapkan, ITS mendukung kegiatan Sekolah Laut yang diinisiasi BNPB. Terlebih, saat diresmikan pada 1960, Presiden Soekarno memberi oesan kepada ITS agar fokus oada pengembangan laut. "Kami memberi support terhadap sumber daya manusianya jadi dalam hal ini knowledge dan manusianya. Mereka pelaku di lapangan tugas kita men-support dari SDM," kata Joni.

Guru Besar Teknik Lingkungan ITS tersebut menambahkan, selama ini ITS telah memiliki pusat studi bencana. Para peneliti pusat studi tersebut banyak melakukan kajian-kajian bagaimana mengurangi risiko terhadap bencana, edukasi masyarakat dan upaya membantu secara langsung. "Tapi secara moral kita sebagai perguruan tinggi punya kewajiban membantu pemerintah dalam penyelamatan bangsa sendiri," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement