Kamis 29 Jun 2017 14:17 WIB

Menggenjot Produksi Ikan Nila dengan Blue Economy

Ikan nila.
Foto: Dok IPB
Ikan nila.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR --  Ikan nila merah (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu ikan yang memiliki potensi untuk dibudidayakan di Indonesia. Menurut statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi ikan nila pada tahun 2011 sebanyak 567.078 ton, dan meningkat menjadi 695.063 ton pada tahun 2012.

Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan penduduk Indonesia yang mencapai 3,38 juta jiwa per tahun (Bappenas 2016), sehingga konsumsi akan ikan pun semakin meningkat pula setiap tahunnya.

Peningkatan jumlah penduduk yang terus terjadi menjadikan budidaya ikan nila dilakukan pada lahan yang terbatas dengan kondisi air yang bisa dikatakan tidak begitu baik. Melihat permasalahan tersebut, sekelompok mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terdiri atas Bhre Hagni Yuwono, Iriando Wijaya, Liska Widia, Farasma Nabila Putri, dan Bagus Agung Pamungkas mengembangkan sebuah cara budidaya ikan berbasisblue economy.

Melalui ajang Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKM-P) 2017, sekelompok mahasiswa ini berharap bahwa ikan nila dapat menjadi salah satu komoditi perikanan yang produktivitasnya dapat terus digenjot.

Siaran pers IPB yang diterima Republika.co.id, Kamis (29/6) menyebutkan, penelitian yang dilakukan di Kolam Percobaan Departemen Budidaya Perairan (BDP) IPB dan Laboratorium Lingkungan BDP ini menggunakan benih ikan nila yang berbobot rata-rata 36,2 gram. Benih tersebut  diperoleh dari Kolam Percobaan FPIK IPB yang telah mengalami proses adaptasi terlebih dahulu selama tiga hari.

Bhre Hagni Yuwono mengungkapkan, pemeliharaan ikan dilakukan dengan menggunakan sistem resirkulasi pada air yang digunakan. Resirkulasi adalah penggunaan kembali air yang telah melalui penyaringan.

Selain itu, kata Bhre Hagni Yuwono, di tempat pemeliharaan ikan, ditumbuhkan juga tumbuhan Lemna sp. Lemna biasa dikenal masyarakat dengan nama mata lele. Ia adalah tumbuhan tropis yang biasa hidup di perairan tergenang. Ukuran daunnya berkisar 6-8 mm.

Tumbuhan ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sehingga bisa menjadi pakan alternatif untuk ikan, unggas, ternak juga mamalia.  “Pemberian pakan dilakukan dengan memberikan pakan komersil yang telah dicampur dengan Lemna sp. yang ikut serta dibudidayakan tadi,” ujarnya.

Bhre menerangkan, tanaman Lemna sp. pada umumnya merupakan hama. Tanaman ini selain dimanfaatkan untuk dijadikan sumber pakan,  juga  dapat menjadi salah satu tanaman fitoremediasi.

Fitoremediasi  merupakan sebuah pendekatan ramah lingkungan dengan memperbaiki kualitas air dengan menggunakan tanaman. Lemna sp. dapat menyerap senyawa besi yang terdapat pada air.

“Kami menerapkan model Blue Economy yaitu dengan menggunakan tumbuhan fitoremediasi yang ditumbuhkan di atas air yang merupakan tempat budidaya ikan nila dengan sistem resirkulasi yang relatif dapat menghemat air. Selain itu biaya pemberian pakan pun dapat dikurangi dengan menambahkan tumbuhan tesebut dalam pakannya. Model Blue Economy sendiri dilandasi oleh prinsip keberlangsungan dari pemanfaatan suatu sumber daya yang secara beriringan menjaga lingkungan yang ada,” tutur Bhre.

“Kami berharap bahwa penelitian dengan model ini dapat memanafaatkan potensi dari sumber daya alam secara keseluruhan atau zero waste dengan memperhatikan aspek lingkungan,” ujar Bhre Hagni Yuwono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement