Kamis 01 Jun 2017 15:35 WIB

FRI: Pemilihan Rektor tak Perlu Libatkan Presiden

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ilham
 Rektor Universtias Trilogi Asep Saefuddin.
Foto: trilogi
Rektor Universtias Trilogi Asep Saefuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Asep Saefuddin menilai, pemilihan rektor tidak perlu melibatkan presiden. Alasannya, saat ini sudah ada pelibatan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) dalam pemilihan rektor.

"Sebenarnya kan yang penting menteri sudah ada arahan presiden, tapi tak tertulis aturannya, tak masalah. Tak perlu ada peraturan tangan presiden langsung," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (1/6).

Ia menjelaskan, dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2010 mengatur tata cara pemilihan rektor yang melibatkan suara menteri dan anggota senat. Perbandingannya, yakni 35 persen menteri dan 65 persen anggota senat, terdiri atas rektor, para wakil rektor, dekan, para wakil guru besar, wakil bukan guru besar, dan ketua lembaga dalam masalah akademik.

Perguruan tinggi menyerahkan tiga nama calon rektor pada kementerian untuk dilakukan penelusuran rekam jejak. Penelusuran itu melibatkan Irjen dan Dirjen terkait. "Kalau melalui presiden, kan sama saja melalui menteri," ujar dia.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah berencana menyusun kebijakan pemilihan rektor perguruan tinggi (PT) yang melibatkan rekomendasi presiden. Kebijakan ini salah satunya dilatarbelakangi maraknya ideologi radikalisme yang masuk ke kampus-kampus.

"Berdasarkan hasil komunikasi kami dengan Menteri Sekretaris Negara, Presiden dan Menristekdikti, kami kira sudah menjadi keputusan terakhir (pemilihan rektor) harus dari pak Presiden," kata Tjahjo kepada wartawan usai upacara peringatan hari lahir Pancasila di Kantor Kemendagri, Kamis (1/6).

Asep menganggap wajar apabila pemerintah memiliki kekhawatiran masuknya ideologi radikalisme dalam kampus. Sebab, kampus memiliki banyak 'pintu masuk'. Selain itu, banyak urusan administrasi dan akreditasi menyita waktu para pimpinan perguruan tinggi. "Perhatian pimpinan kampus terhadap pembinaan mahasiswa, perilaku dan kebangsaan, humanities tak ada yang urus, pada saat itu ada kelompok yang masuk," jelasnya.

Kendati ada usulan pilibatan presiden dalam pemilihan rektor, Asep tidak beranggapan rencana itu merupakan upaya mengembalikan masa Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Menurut Rektor Universitas Trilogi itu, saat ini perkembangan zaman semakin maju. "Kalau kembali ke era represif ke dulu, tak akan terjadi," jelansya.

Sebab, ia mengatakan, rektor memiliki tugas untuk mempercepat pertumbuhan melalui sains dan teknologi. Apabila perguruan tinggi tidak bergerak ke araj keterbukaan dan inovasi, maka akan selalu ketinggalan. "Nggak akan ke NKK/BKK. Rektor paham mana yang seharusnya dijalankan sesuai ideologi Pancasila," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement