Selasa 14 Feb 2017 14:16 WIB

Asnawi, Selesaikan Kuliah di UMY dari Jualan Gorengan

UMY
Foto: Yusuf Assidiq
UMY

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemandangan berbeda ditemui pada Wisuda Periode II Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), DIY. Sorang pemuda dengan pakaian toganya tengah berjualan gorengan di samping Sportorium Kampus Terpadu UMY. 

Dengan semangat, ia membagikan gorengan kepada orang-orang di sekitarnya, di tengah keramaian mahasiswa dan wali mahasiswa yang datang mengikuti wisuda. Satpam, tukang parkir, hingga orang tua/wali mahasiswa, datang berkerumum untuk mencicipi gorengannya. 

Tukang gorengan itu bernama Asnawi, salah satu wisudawan yang  juga mengikuti wisuda saat itu. Ia tengah memenuhi nazarnya untuk memakai toga sambil berjualan gorengan di hari kelulusannya. 

“Saya pernah bernazar dulu, pokoknya kalau saya lulus saya akan pakai toga dengan membawa dagangan saya. Saya ingin menunjukkan bahwa penjual gorengan juga bisa menyelesaikan kuliah, saya membayar kuliah dan membiayai hidup saya juga pakai ini,” ujarnya, Selasa (14/2).

Asnawi, mahasiswa asal Bangka ini berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi dan meraih IPK 3.39 lewat perjuangannya menjajakan gorengan. Ia mengaku berjualan gorengan tidak mengganggu perkuliahannya. 

Tugas-tugas kuliah tetap dikerjakan di tengah kesibukannya berdagang. “Tugas tetap dikerjakan, namun kalau harus meninggalkan berjualan ya saya tinggalkan,” ujar mahasiswa yang kerab disapa Awi ini.

Awi sudah mulai berjualan gorengan sejak 2006. Kala itu, dia harus menanggalkan keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke SMA. Setelah lulus SMP, Awi harus ikut kedua orang tuanya merantau berjualan gorengan. Selama empat tahun, Awi ikut orang tuanya merantau berjualan gorengan, berpindah-pindah dan jauh dari kampung. 

Selama empat tahun itu juga, dia menahan keinginannya untuk melanjutkan sekolah. Tak mudah memang bagi seorang anak yang pernah bercita-cita untuk menjadi presiden, namun rupanya tak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Ia harus rela memendam sejenak cita-citanya. 

Demi mendapatkan kesempatan dan waktu yang tepat untuk melanjutkan sekolah. Hingga akhirnya pada 2009 kesempatan itu datang. Awi bisa melanjutkan sekolahnya ke tingkat SMA, walau umur mungkin sudah bukan selayaknya baru menduduki bangku SMA tapi tetap ia syukuri dan jalani. 

Bahkan pada 2010, saat kenaikan kelas XI SMA, ia dipercaya sekolahnya untuk mengikuti program pertukaran pelajar ke Yogyakarta. Dari sanalah kemudian keberuntungan pendidikannya mulai terlihat. 

“Saya mulai bercita-cita untuk kuliah di Yogyakarta. Waktu itu  saya mengikuti program pertukaran pelajar dan ditempatkan di SMKN 7 Yogyakarta. Mulai dari situ saya menabung untuk persiapan awal-awal kuliah,” ujarnya, dalam siaran pers.

Keinginannya untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Yogyakarta, rupanya disambut baik oleh orang-orang yang sangat disayangnya. Kedua orang tuanya dan dua saudaranya. Dari orang tuanya pula ia mendapat sifat pekerja keras dan pantang menyerah. Asnawi merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. 

Untuk menjalani kuliah dan berjualan, Awi pun mengatur waktunya dengan detail. Setiap hari ia harus bangun pukul 04.00 WIB, kemudian melanjutkan shalat Subuh. Setelah itu, ia mulai menyiapkan bahan untuk berjualan. Awi menuju ke pasar membeli bahan-bahan untuk jualan dan meracik bumbunya. 

Pukul 06.45 WIB, ia sudah harus menyelesaikan pekerjaannya dan menyiapkan dagangannya sebelum berangkat kuliah. Kemudian sepulang kuliah pada pukul 12.30 WIB, dia mulai membuat adonan lalu menjajakannya dengan berkeliling kampung. Ia menghabiskan waktu berjualan di sekitar kampus hingga pukul 18.00 WIB. 

Awi menjalani  aktivitasnya sebagai seorang mahasiswa sekaligus penjual gorengan ini setiap hari dan meliburkan diri di hari Ahad untuk refreshing dan beristirahat. Hinaan dan cacian yang dilontarkan orang-orang sekitar juga pernah dirasakan oleh Asnawi. 

Namun, keinginannya menempuh pendidikan setinggi mungkin mengalahkan segala cacian dan hinaan. Semua itu ia lakukan dengan pembuktian. Selepas meraih gelar sarjana, Awi pun tetap tidak patah arang lantas menyudahi perjuangannya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement