Rabu 21 Dec 2016 19:53 WIB

Menulis Itu Keberanian, Bukan Pelajaran

Suasana peluncuran buku  “Bahasa Di Panggung Politik: Antara Kasta dan Nista” di Kampus Unindra Tanjung Barat,  Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Foto: Dok Unindra
Suasana peluncuran buku “Bahasa Di Panggung Politik: Antara Kasta dan Nista” di Kampus Unindra Tanjung Barat, Jakarta, Selasa (20/12/2016).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahasiswa Semester VII Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Indraprasta PGRI tahun akademik 2016/2017 menulis dan meluncurkan buku berjudul “Bahasa Di Panggung Politik: Antara Kasta dan Nista” di Kampus Unindra Tanjung Barat,  Jakarta, Selasa (20/12/2016).

Menurut dosen mata kuliah Menulis Ilmiah Universitas Indraprasta PGRI, Drs Syarifudin Yunus MPd,  buku kumpulan artikel ilmiah “Bahasa Di Panggung Politik: Antara Kasta dan Nista” merupakan buah pena pembelajaran Menulis Ilmiah mahasiswa Semester VII Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Indraprasta (Unindra) PGRI tahun akademik 2016/2017.

“Inilah karya perdana yang konkret. Agar mereka lebih berani dalam menulis dan memublikasikannya. Karena menulis adalah sebuah keberanian, bukan pelajaran,” kata Syarifuddin  pada acara peluncuran dan bedah buku tersebut.

Syarif menambahkan, buku tersebut merupakan bagian dari proses menulis ilmiah yang dialami mahasiswa secara langsung, saat perkuliahan. “Buku yang menjadi bukti mahasiswa telah “berproses” dalam menulis ilmiah, khususnya dalam 1) proses berani untuk menulis, 2) proses sikap untuk menghargai karyanya sendiri, dan 3) proses produktif untuk bisa menerbitkannya,” papar dosen dan penulis yang akrab dipanggil Syarif.

Syarif mengemukakan, menulis ilmiah itu harus berani menulis. “Ada 52 mahasiswa yang menulis di buku ini dalam kurun waktu satu  minggu. Saya bimbing mencari ide dan topik tullisan ilmiah, lalu mereka sajikan secara logis dan sistematis. Hingga terbit buku ini sekarang, beginilah harusnya kita belajar bahasa,”  tutur Syarif.

Syarif menambahkan,  hari ini dan esok, setiap kita pasti bisa menulis. “Karena menulis ilmiah dimulai dan berakhir dari yang tertulis,” papar Syarifuddin Yunus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement