Selasa 06 Dec 2016 07:11 WIB

LSPR Jakarta Wisuda Lulusan Pertama dari Program Inklusi

Kouji Santoso Eto foto bersama keluarga beserta founder and director LSPR Jakarta Prita Kemal Gani
Foto: LSPR Jakarta
Kouji Santoso Eto foto bersama keluarga beserta founder and director LSPR Jakarta Prita Kemal Gani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School of Public Relations (LSPR) Jakarta mewisuda 1.041 alumni baik dari program sarjana maupun pascasarjana. Dalam kesempatan ini LSPR Jakarta juga meluluskan Kouji Santoso Eto, salah satu lulusan dari program inklusi yang dimulai LSPR Jakarta pada 2012 lalu.

Kouji lulus dari konsentrasi Periklanan dan berhasil mengerjakan karya akhir berupa desain buku yang berjudul “Aku Asperger”.

“Proses belajar Kouji bukanlah hal yang mudah, diperlukan dukungan penuh dari pada dosen, karyawan, dan teman-teman," ujar Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR – Founder & Director of LSPR Jakarta.

Prita menjelaskan, secara berkelanjutan pihaknya menjelaskan kondisi Kouji kepada setiap dosen dan teman kelas pada awal semester, dengan tujuan menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi semua mahasiswa. Pada perjalanan menuju sarjana, Kouji juga melewati tahapan magang atau latihan kerja sebagai operator desainer di Lembaga Pelatihan Keterampilan London School Beyond Academy.

"Komitmen LSPR - Jakarta dalam hal ini nampak dari para pengajar yang sangat terbuka dengan mahasiswa berkebutuhan khusus, baik dalam cara penyampaian materi maupun menyediakan waktu luang untuk berdiskusi. Pihak kampus juga mempersiapkan lingkungannya untuk dapat belajar berdampingan dengan memberikan sosialisasi seputar penyandang autis dan bagaimana berkomunikasi dengan mereka," ujar Prita.

Annisa Hara, salah satu dosen yang juga sebagai shadow teacher Kouji menjelaskan, selama kuliah Kouji memang mengalami kesulitan terutama menghadapi kuliah-kuliah teori. Kouji dengan latar belakang orangtua yang ekspatriat membuat penggunaan bahasa Indonesia terbatas kehidupan Kouji sehari-hari, apalagi penggunaan bahasa-bahasa formal. Sehingga Kouji banyak tidak mengenal kata-kata.

"Setelah saya beberapa sesi belajar dengan Kouji, ternyata masalah utama yang dihadapi Kouji adalah ketidak mengertiannya pada bahasa yang digunakan dikelas (bahasa indonesia formal untuk pendidikan)," kata Annia,

Akhirnya ia menemukan cara, yakni menyederhanakan semua materi kuliah ke dalam bahasa yang Kouji mengerti, seperti bahasa sehari-hari, bercampur antara bahasa Indonesia, Inggris dan Jepang.

"Ternyata Kouji jadi lebih cepat mengerti. Hal ini saya komunikasikan dengan dosennya, selain juga di LSPR setiap staff dan dosen secara berkala selalu diberikan insight tentang keberadaan anak-anak spesial di LSPR," ujarnya.

Pada pengerjaan skripsi dan sidang, Kouji tidak diperlakukan istimewa. Kouji harus presentasi, diajukan pertanyaan, melalui banyak proses revisi dan sebagainya.

"Alhamdulillah kerja keras Kouji terbayar ketika sodang akhir Kouji dapat dengan tenang menjabarkan projectnya dan menjawab semua pertanyaan dengan baik," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement