Selasa 26 Jul 2016 12:32 WIB

Simposium Internasional Antropologi Indonesia Diikuti 154 Negara

Rep: Lintar Satria/ Red: Dwi Murdaningsih
Peserta karnaval budaya Nusa Tenggara Barat (NTB) mengikuti parade saat promosi budaya dan pariwisata Lombok Sumbawa di car free day Jalan Thamrin, Jakarta, Ahad (17/7). (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Peserta karnaval budaya Nusa Tenggara Barat (NTB) mengikuti parade saat promosi budaya dan pariwisata Lombok Sumbawa di car free day Jalan Thamrin, Jakarta, Ahad (17/7). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Jurnal Antropologi Indonesia yang bermarkas di Fakutas Ilmu Politik dan Sosial Universitas Indonesia mengadakan Simposium Internasional. Ketua Panitia Pelaksana Semiarto Aji mengatakan Simposium yang bertema Tantangan Sosial dan Inklusi Paska Reformasi di Indonesia ini diikuti 154 negara.

Aji yang juga pengajaran di Antropologi UI mengatakan ada 174 makalah yang dipresentasikan dalam Simposium ini. Ia menambahkan tema ini sengaja dipilih melihat perubahan dalam bidang politik, ekonomi dan sosial sejak paska reformasi 1998.

"Ketika kami mengadakan Simpisum Jurnal Antropologi pertama pada tahun 2000, kami optimistis bahwa reformasi akan meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia," katanya, Selasa (26/7).

Namun, tambah Aji, Indonesia saat ini mengalami peningkatan ketidaksamarataan, konflik sumber daya, sempitnya lapangan pekerjaan, kurangnya toleransi antar sesama, marjinalisasi kelompok dan individu yang terus berkelanjutan. Beberapa akedemisi, lanjut Aji, memprediksi masalah ini akan berkelanjutan karena reformasi tidak merubah akar permasalahan.

Aji mengatakan pada Simposium Jurnal Antropologi Indonesia keenam ini panitia mengundang masyarakat Indonesia dan akademisi luar negeri untuk mengajukan panel dan tulisan. Dalam panel tersebut para peserta dan akademisi mendiskusikan isu-isu penting yang berkaitan dengan ketidaksetaraan.

Aji menjelaskan tujuan Simposium ini untuk menjelajah dimensi sosial, politik-ekonomi, dan kultural dari ketidaksetaraan tersebut. Selain itu, tambah Aji, juga mencari penyebab utama dan tantangan yang akan dihadapi.

"Kami mencari kotributor yang kritis dalam menganalisa berbagai bentuk dan proses yang menciptakan ketidaksetaraan tersebut, termasuk pemerintah dan non-pemerintah," kata Aji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement