Selasa 14 Jun 2016 21:24 WIB

Mahasiswa Surabaya Kembangkan Pendeteksi Zat Kimia Makanan

  Petugas dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukan jenis-jenis makanan yang berbahaya kepada warga yang mengunjungi Car Free Day (CFD) Thamrin, Jakarta, Ahad (13/9). (Republika/Raisan Al Farisi)
Petugas dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukan jenis-jenis makanan yang berbahaya kepada warga yang mengunjungi Car Free Day (CFD) Thamrin, Jakarta, Ahad (13/9). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dua mahasiswa Prodi Analis Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jawa Timur, menciptakan alat pendeteksi kandungan zat kimia berbahaya pada jajanan pasar

"Alat ini berguna untuk mewaspadai makanan/jajanan untuk kebutuhan berbuka puasa yang mengandung bahan pengawet seperti formalin, borak dan zat berbahaya lain," kata mahasiswa Prodi Analis Kesehatan UMS Risma Kartika di Surabaya, Selasa (14/6).

Ia mengatakan alat pendeteksi yang bernama Aditif Quick Check Set Pen (Aqice Pen) akan membantu masyarakat dengan mudah untuk mendeteksi zat berbahaya yang ada pada makanan dengan meneteskan cairannya.

"Tiga jenis pulpen ini mampu mendeteksi tiga zat kimia dalam makanan, di antaranya boraks, pewarna tekstil dan iodium. Satu pulpen berisi satu larutan yang berfungsi mengurai zat yang terkandung dalam makanan," kata dia.

Menurut dia, tempat untuk meletakkan cairan tersebut dibuat dari pulpen biasa, namun tempat tinta diganti dengan larutan khusus. Pulpen untuk melihat kandungan boraks diisi dengan larutan kunyit yang sudah diekstraksi.

"Kami menggunakan dua jenis pentol sebagai contoh. Satu pentol yang sudah ditetesi larutan warnanya tetap, satu lagi berubah kecokelatan yang berarti ada boraksnya," tutur mahasiswi semester dua.

Risma menjelaskan kunyit merupakan kurkumin yang mengandung senyawa aldehit, jika senyawa ini bertemu dengan basah yang kuat, maka akan terjadi reaksi perubahan warna.

"Sedangkan untuk melihat zat pewarna tekstil, kami menggunakan natrium bicarbonate atau biasa dikenal soda kue. Kami menguji pada dua tahu kuning yang didapat dari pasar, setelah ditetesi larutan, ada tahu yang warnanya tetap mentereng dan ada yang berubah warna cokelat," jelasnya.

Rofiah Faradillah menambahkan jika menggunakan pewarna tekstil, kemudian diberi larutan maka benda tersebut tidak akan berubah warna. Tetap mencolok seperti semula. "Kemudian ada juga pulpen yang dibuat untuk menguji kadar iodium dalam garam. Larutan itu dibuat dari campuran kalium iodide, asam fosfat dan amilum (tepung kanji)," terangnya.

Konsentrasi yang digunakanan, lanjutnya adalah satu untuk kalium dan asam fosfat banding sepuluh amilum. Garam yang sehat adalah garam yang mengandung iodium. Untuk mengetahuinya, dengan ditetesi larutan ini garam akan berubah warna menjadi ungu.

"Sampel yang dibuat untuk penelitian ini merupakan bahan-bahan makanan yang di dapat dari sepuluh pasar di Surabaya. Hasilnya, dari 10 pasar itu tujuh bahan makanan dari tujuh pasar berbeda mengandung pewarna tekstil," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement