Senin 06 Jun 2016 04:19 WIB

Mahasiswa Indonesia Ciptakan Pohon Elektrik Penyerap Polusi Udara

Rep: Lintar Satria/ Red: Citra Listya Rini
Universitas Brawijaya Malang
Universitas Brawijaya Malang

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG  --  Prihatin dengan polusi udara yang disebabkan kebakaran hutan di beberapa daerah di tanah air, tim mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya terinspirasi membuat Electrees (Electronic Trees). Yakni sebuah prototype perangkat pohon elektronik tenaga surya sebagai solusi penyerapan polusi udara menggunakan silica aerogel.   

“Prinsip kerja alat ini terdiri dari dua sistem. Sistem pertama adalah sistem fotosintesis untuk menghasilkan energi listrik secara mandiri, sedangkan yang kedua adalah sistem respirasi yang berfungsi menghisap polusi udara berupa CO2 ataupun CO,” kata ketua tim Fatahillah, dari keterangan tertulis yang Republika terima, Ahad (5/6).

Sistem fotosintesis ini terdiri dari panel surya yang berfungsi mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Energi listrik inilah yang digunakan untuk memberikan tenaga kepada perangkat. Daya keluaran yang dihasilkan oleh alat ini sebesar kurang lebih 30 W. Electrees juga dilengkapi dengan lampu yang berfungsi sebagai penerangan di malam hari.

Sistem kedua yakni sistem respirasi yang terdiri dari silica aerogel berbentuk granul sebagai media absorbsinya. Fungsinya untuk menyerap dan mengendapkan CO2 ataupun polusi udara lainnya dan membiarkan udara bebas keluar melewatinya.

“Silica aerogel mempunyai kapasitas penyerapan 1,2 gCO2/gadsorbent. Dibanding zat lain yang berfungsi serupa seperti karbon aktif dan zeolit, silica aerogel lebih besar daya serapnya. Sedangkan prototype Electrees memiliki 500 gr silica aerogel,” jelas anggota tim yang bertanggung jawab dalam pengembangan sistem respirasi perangkat, Hafiz.

Kelebihan lainnya adalah, ketika silica aerogel telah menyerap CO2 sampai titik jenuh, maka pengguna  hanya perlu memanaskan kembali dan siap dipergunakan kembali.

Saat ini, tim sedang bekerja keras untuk mengembangkan tracking system perangkat agar energi yang ditangkap dari sinar matahari lebih efektif. Dan tim optimis dalam waktu dekat tracking system dapat difungsikan.

“Jadi ketika pagi hari akan tracking menghadap timur, lalu mengikuti matahari sampai sore hari. Ketika sore hari, akan lurus menghadap ke atas. Ketika posisi tegak lurus, lampu akan menyala selama satu malam,” tambah anggota tim Hasan.

 “Untuk pengembangan prototype, sejauh ini tim telah menghabiskan dana Rp 4 juta. Untuk aplikasi di lapangan kemungkinan dibutuhkan ukuran yang lebih besar lagi,” tambah anggota tim lainnya, Rosihan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement