Jumat 09 Oct 2015 15:50 WIB

Menristekdikti Dorong Pembiayaan Riset dari Industri

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir.

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir berupaya mendorong pembiayaan riset berasal dari industri sebab kontribusi industriawan untuk hal itu masih rendah yakni 24 persen.

"Berbeda dengan apa yang ada di luar negeri, kontribusi tertinggi untuk riset adalah dari industri yakni sebesar 80 persen. Sementara kalau di Indonesia yang paling tinggi kontribusi terhadap riset adalah dari pemerintah yakni mencapai 76 persen," katanya di Surabaya, Jawa Timur, Jumat.

Menristek yang hadir di Surabaya untuk menjadi pembicara dalam Kongres XIX Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menyebutkan kontribusi riset juga masih kecil dari produk domestik bruto (PDB), yakni hanya 0,09 persen.

"Oleh karena itu, kami mendorong riset ini dari kalangan industri, yakni dengan melakukan pertemuan dengan para penguasa. Karena saya berkeingingan para pengusaha mengalokasikan biaya risetnya, agar riset di Indonesia makin berkembang," ucapnya.

Ia mengaku, sejumlah pengusaha atau industriawan sangat bergairah terhadap keberadaan riset, hal ini sesuai dengan hasil pertemuan yang dilakukannya beberapa waktu lalu, yakni berkeinginan keberadaan riset menjadi tanggungjawab bersama.

Selain itu, Nasir juga ingin merubah stigma bahwa keberadaan riset selama ini hanya digunakan untuk menghabiskan anggaran yang ada.

"Riset jangan sampai hanya untuk menghabiskan anggaran yang ada, oleh karena itu kita harus bisa keluar dari kebiasaan ini, yakni dengan menggunakan riset yang berbasis output, bukan aktivitas. Sebab 36 persen riset di perguruan tinggi negeri hanya berbasis aktifitas bukan output." katanya.

Sementara itu, ke depan pihaknya juga akan mengarahkan riset kepada produktifitas hasil usaha, seperti yang pernah terjadi di Bengkulu, yakni pemanfaatan ketela untuk hasil usaha.

"Hasil-hasil riset yang ada harus bisa dipatenkan, kemudian dihilirisasi atau dikomersialisasikan kepada dunia usaha.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement