Senin 31 Aug 2015 22:07 WIB

Tahun ini UAD Terima 131 Mahasiswa Baru dari Luar Negeri

Rep: yulianingsih/ Red: Damanhuri Zuhri
Universitas Ahmad Dahlan (UAD)
Foto: uad.ac.id
Universitas Ahmad Dahlan (UAD)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tahun 2015, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menerima 131 mahasiswa baru dari luar negeri. Mereka diterima di beberapa fakultas melalui beberapa program di kampus tersebut.

131 mahasiswa asing yang menjadi mahasiswa baru UAD ini mengikuti program pengenalan kampus (P2K) bersama 5.000 mahasiswa baru lainnya di kampus tersebut, Senin (31/8). P2K digelar hingga 2 September 2015 mendatang.

Rektor UAD Kasiyarno mengatakan, 131 mahasiswa asing yang kuliah di UAD ini berasal dari China sebanyak 98 mahasiwa, 13 mahasiswa Thailand, 7 dari Malaysia, satu dari Yaman, tiga mahasiswa dari Kamboja, satu mahasiswa dari Timor Leste dan delapan mahasiswa dari Tajikistan, Korea Selatan, Uzbekistan serta Ukraina.

"Heterogenitas asal daerah dan negara asal mahasiswa UAD ini tentu akan membawa banyak manfaat bukan hanya bagi universitas tapi juga bagi mahasiswa," ujar Kasiyarno saat memberikan sambutan pada acara P2K UAD.

Banyak mahasiswa asing, kata rektor, memberikan peluang terjadinya pergaulan internasional bagi mahasiswa asal Indonesia. Pasalnya kata dia, semua mahasiswa UAD memiliki kesempatan untuk saling bertemu, berbicara, bertukar pikiran dan berbagi pengalaman dari mahasiswa berbagai bangsa.

Hal itu tentu memungkinkan terjadinya persahabatan dalam kehidupan yang makin kompetitif dan mengglobal saat ini. "Suasana internasional ini juga penting untuk mendorong para mahasiswa menguasai bahasa asing dan memahami budaya bangsa lain,'' ujarnya.

''Selain itu, mereka juga bisa melatih kepercayaan diri yang dalam banyak hal menjadi syarat mencapai keberhasilan dalam menghadapi era globalisasi ini," katanya.

Ketua Panitia Pusat P2K UAD Triantoro Safaria mengatakan, pelaksanaan P2K di UAD bukan ajang balas dendam atau perploncoan. Karenanya, semua panitia P2K, termasuk panitia mahasiswa menghilangkan semua atribut yang berbau perploncoan.

"Kami menyadari betul praktek perploncoan tidak memberikan dampak yang positif. Kami tidak ingin terjadi kekerasan fisik yang berkedok aturan kedisiplinan, termasuk penggunaan atribut yang berlebihan dan tidak sesuai etika," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement