Rabu 29 Jul 2015 13:34 WIB

Teknologi Ausnya Cepat, BPPT Diminta Terapkan Teknologi Termutakhir

Gadget elektronik
Gadget elektronik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) diminta lebih aktif mengaplikasikan teknologi di tengah masyarakat. Bukan hanya dalam aktivitas yang besar, tetapi juga hal-hal kecil guna dapat membantu warga di Tanah Air.

"Jangan hanya kalau ada masalah teknik, baru panggil BPPT," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla, Rabu (29/7).

Wapres mengingatkan bahwa perubahan berbagai hal yang terjadi dalam teknologi pada masa sekarang ini berlangsung dengan sangat cepat. Jusuf Kalla mencontohkan, untuk sejumlah aplikasi sektor teknologi informasi bahkan perubahannya bisa 100 persen hanya dalam jangka waktu 1,5 tahun.

Karena itu, ujar dia, sejumlah gadget seperti telepon seluler yang banyak beredar di masyarakat juga modelnya kerap berganti-ganti hampir setiap saat. "Ilmu teknologi itu ausnya cepat sekali kalau tidak dipraktikkan," ucapnya.

Untuk itu, BPPT juga harus dapat aktif menerapkan teknologi termutakhir yang dimilikinya karena untuk mengembangkan sebuah ilmu juga harus perlu memakai ilmu tersebut secara terus-menerus agar tidak hilang.

Sebelumnya, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati mengatakan, Indonesia kekurangan lebih dari 125 ribu insinyur untuk membangun berbagai infrastruktur hingga pelosok. Kekurangan ini, kata dia harus bisa dipenuhi dalam lima tahun ke depan. Sebab jika tidak, maka orang asing yang akan mengisinya, apalagi Indonesiasudah menerapkan masyarakat ekonomi ASEAN.

Oleh karena itu, ia meminta perguruan tinggi lebih banyak lagi membuka jurusan teknologi dan meminta para mahasiswa mencintai penelitian dan mampu melahirkan inovasi yang berdaya saing. Saat ini, tingkat impor teknologi di Indonesia cukup tinggi, misalnya, impor 'gadget'. Sebuah teknologi impor yang digunakan sekitar 80 persen penduduk.

Meskipun secara kuantitas jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai sekitar 4.000 unit, baik negeri maupun swasta, katanya, soal tingkat publikasi nasional maupun internasional masih rendah. "Jumlah total publikasi dari 10 universitas terbaik di Indonesia masih kalah dengan satu universitas negeri di Malaysia. Fakta ini harus jadi pemicu bangkitnya perguruan tinggi di Indonesia," tutur Dimyati.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement