Sabtu 23 May 2015 20:21 WIB

STIE Kritisi Cara Kerja Menristek Dikti M Nasir

Rep: C39/ Red: Ilham
 Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir
Foto: Antara/Wahyu Putro A/Rei
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Kerja Sama antar Lembaga Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE), Fadil Hasan mengritisi cara kerja Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek), Muhammad Nasir. Menurutnya, menteri Nasir tidak pantas menjadi menteri.

"Kita segera mungkin akan melakukan somasi untuk menindak lanjuti terkait kejadian yang merugikan kampus ini," katanya, Sabtu (23/5).

Pernyataan Fadil terkait sidak yang dilakukan Menteri Nasir terhadap kampus STIE Adhy Niaga, Kamis lau. Sang menteri menuding kampus melakukan jual-beli ijazah.

Namun, Fadil menduga Menteri Nasir melakukan penyidakan hanya untuk pencitraan. Apalagi, isu reshuffle Kabinet Kerja sedang santer diwacanakan. "Kami menduga menteri ini karena dalam sidak kemarin tidak sesuai prosedur, apalagi sekarang ada perombakan menteri kabinet presiden, jangan bawa masalah politik ke dunia pendidikan," kata Fadil yang juga pernah menjadi tim sukses Jokowi tersebut.

Ketua Yayasan STIE Adhy Niaga, Adhy Firdaus menyayangkan kedatangan Menteri Nasir yang secara gerombolan menggeladah kampus yang telah berdiri sejak 1999 tersebut. "Saya kecewa dengan kejadian tersebut, karena seakan-akan kita ini pabrik ekstasi atau gudang narkoba yang harus diserbu, padahal kita punya etika yang harus dikedepankan," kata Adhy.

Adhy mengatakan, Menteri Nasir bahkan sempat membubarkan perkuliahan dan memaki-maki dosen yang sedang mengajar di depan mahasiswanya. "Menteri Nasir waktu itu menuduh bahwa dosen tersebut yang membuat ijazah palsu," jelas Adhy yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pendidikan Kota Bekasi tersebut.

Adhy pun meminta Menteri Nasir tidak menggunakan cara-cara premanisme dalam membina perguruan tinggi. Apalagi perguruan tinggi swasta yang menurutnya selama ini sering diperlakukan seperti anak tiri. "Kami mohon pada bapak menteri jangan menggunakan cara-cara preman lah,"ujar Adhy. "Kami telah mengalami banyak kerugian."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement