Ahad 24 Aug 2014 00:37 WIB

Prof Sarwidi: Ahli Kegempaan Masih Sedikit

Rep: Heri Purwata/ Red: Agung Sasongko
 Sejumlah siswa megikuti kegiatan belajar mengajar di kelas yang rusak di SMPN 2 Limokoto Kampungdalam, Kab.Padangpariaman, Sumbar, Rabu (13/11). Enam kelas model panggung yang dibangun NGO pasca gempa 2009 itu telah rusak parah namun masih digunakan untuk
Foto: Antara
Sejumlah siswa megikuti kegiatan belajar mengajar di kelas yang rusak di SMPN 2 Limokoto Kampungdalam, Kab.Padangpariaman, Sumbar, Rabu (13/11). Enam kelas model panggung yang dibangun NGO pasca gempa 2009 itu telah rusak parah namun masih digunakan untuk

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar Rekayasa Kegempaan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Sarwidi mengatakan ahli rekayasa kegempaan semakin dibutuhkan. Menyusul banyaknya gunung berapi di Indonesia yang sudah lama mati, kini aktif kembali.

"Namun sayang jumlah ahli rekayasa kegempaan masih sangat minim di Indonesia," kata Sarwidi kepada wartawan seusai wisuda enam ahli rekayasa kegempaan dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII Yogyakarta, Sabtu (23/8) kemarin

Wisuda periode IV Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil FTSP UII Yogyakarta, meluluskan enam orang. Mereka mengikuti program unggulan yang bekerjasama dengan Kemendikbud dan berkonsentrasi pada Manajemen Rekayasa Kegempaan (MRK).

"Hingga saat ini UII baru meluluskan sebanyak 37 orang yang berkonsentrasi Manajemen Rekayasa Kegempaan (MRK)," kata Sarwidi.

Dijelaskan Sarwidi, ahli kegempaan yang dihasilkan UII meliputi ahli banjir, ahli tanah longsor, dan ahli gunung berapi. Para ahli ini selanjutnya bertanggung jawab kepada wilayahnya bila terjadi bencana.

Ahli rekayasa kegempaan, kata Sarwidi, bisa memetakan daerah bahaya bencana di suatu wilayah. Selanjutnya ahli rekayasa kegempaan ini bisa memberi masukan kepada pengambil keputusan untuk melakukan penyelamatan warga yang terancam bahaya tanah longsor, banjir, gempa bumi dan letusan gunung api. Sehingga warga selamat dari ancaman bencana alam yang ada di sekitarnya.

"Paling tidak kalau terjadi tanah longsor, banjir, gempa bumi, dan letusan gunung api, resikonya bisa ditekan seminimal mungkin," kata Sarwidi. N heri purwata

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement