Sabtu 16 Aug 2014 09:00 WIB

PTS di Yogyakarta Tolak Kebijakan Lima Tahun Kuliah

Rep: Yulianingsih/ Red: Nidia Zuraya
Wisuda lulusan Perguruan Tinggi.    (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Wisuda lulusan Perguruan Tinggi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di wilayah Yogyakarta yang tergabung dalam Assosiasi PTS Indonesia (APTISI) menolak kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) tentang kuliah program Sarjana (S1) maksimal hanya lima tahun atau 14 semester.

Ketua APTISI Yogyakarta, Kasiyarno mengatakan, kebijakan tersebut sangat merugikan PTS termasuk di Yogyakarta. Pasalnya input mahasiswa ke PTS sangat berbeda dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). "Kalau itu (aturan pembatasan kuliah, red) adalah untuk anak-anak yang di PTN tentu mudah karena mereka sudah disaring begitu tepat dan bibitnya unggul ya bagus. Tapi bagi PTS yang saringannya sisa dari negeri dan PTS besar lain maka akan memberatkan," katanya, Jumat (15/8).

Kebijakan baru ini tertuang dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (permendikbud) nomor 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). Dalam kebijakan itu jelas mensyarakatkan beban belajar minimal mahasiswa S-1/D-4 adalah 144 Satuan Kredit Semester(SKS). Untuk menuntaskan seluruh beban SKS tadi, mahasiswa S-1/D-4 diberi batas waktu 4–5 tahun.

APTISI Yogyakarta, ungkap Kasiyarno, menyesalkan langkah Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendikbud yang selalu menggunakan kacamata PTN dalam mengeluarkan kebijakan atau aturan selama ini. Dikti dinilai tidak pernah melihat kondisi kampus swasta dan tidak pernah membedakan perlakuan keduanya.

Selain input yang bagus, PTN selalu mendapatkan dukungan dari pemerintah. Mulai dari sumber daya manusia (SDM) tenaga pengajar hingga bantuan fasilitas dan layanan pendidikan. Sementara PTS selama ini minim bantuan dari pemerintah. PTS, menurutnya, harus berjuang keras secara mandiri untuk bisa tetap eksis, baik dari sisi finansial maupun SDM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement