Sabtu 09 Feb 2013 16:38 WIB

RI Terancam Kekurangan SDM Mumpuni untuk Sains Dasar

Petugas Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat melakukan pengujian laboratorium terhadap bakso terindikasi mengandung daging babi saat razia di Pasar Tomang Barat, Jakarta, Jumat (14/12).
Foto: Antara/Dhoni Setiawan
Petugas Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat melakukan pengujian laboratorium terhadap bakso terindikasi mengandung daging babi saat razia di Pasar Tomang Barat, Jakarta, Jumat (14/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Prof Dr Mien A Rifai menyatakan, Indonesia akan kekurangan SDM mumpuni dalam penelitian sains dasar jika masih ditekankan pemahaman, setiap penelitian harus menghasilkan produk.

"Manfaat pengembangan sains dasar ini sudah cukup jelas, namun sampai saat ini masih belum menjadi prioritas. Sebab, masih ada faham dan pemikiran yang menilai, setiap penelitian harus menghasilkan produk, bahkan menjadi tujuan dalam penelitian terapan, tegas Prof Rifai di Malang, Sabtu.

Prof Rifai mengatakan hal itu disela-sela acara Seminar "Pengembangan Budaya Ilmiah Melalui Penyadaran Sains" kerja sama Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar (IPD)-AIPI dengan Universitas Negeri Malang.

Selain itu, kata Prof Rifai, juga disebabkan kurangnya pehamanan bahwa pengembangan sains dasar merpakan budaya, sesuatu yang memang sudah menjadi tanggung jawab negara karena hasilnya adalah sumbangan budaya bangsa pada khasanah budaya dunia.

Padahal, katanya, kondisi itu secara tidak langsung akan mengakibatkan stagnasinya pengajaran dan penelitian sains dasar dan hanya berjalan di tempat tanpa sumbangan berarti bagi khasanah budaya dan keilmuan dunia.

Menyinggung banyaknya ilmuwan yang memiliki kemampuan lebih, "lari" ke luar negeri, Rifai mengakui, hal itu disebabkan peluang di Tanah Air tidak kecil bagi ilmuwan yang ingin mengembangkan ilmunya secara mendalam.

Sehingga, lanjutnya, para ilmuwan ini harus menjadi seorang job creator yang handal, termasuk para pengajar juga harus melakukan hal yang sama. "Apapun bentuk kurikulum yang diterapkan, tidak akan membuat guru bingung atau susah karena guru bersangkutan memiliki kreativitas tinggi," ujarnya.

Menurut dia, sebenarnya kurikulum itu tidak terlalu penting, sebab kurikulum bisa berubah setiap saat. Yang terpenting justru pola pengajaran dan pendidikan yang dilakukan oleh guru. "Ilmu-ilmu dasar ini bukan untuk dihafal, tapi untuk dimengerti, dinalar dan diterapkan," katanya, menambahkan.

Seminar sehari tersebut menghadirkan empat orang pembicara, yakni Prof Iwan Pranoto (Matematika FMIPA ITB), Prof Dr Kurniatun Hairiah (ICRAF, Universitas Brawijaya), Prof Dr Umar A Jennie (IPD-AIPI) serta Dr Jatna Supriatna (IPD-AIPI).

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement