Jumat 07 Dec 2012 17:49 WIB

Wah, Mahasiswa Laki-laki Enggan Berkarier Jadi Peneliti

Rep: Ditto Pappilanda/ Red: Fernan Rahadi
penelitian (ilustrasi)
penelitian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bukan hanya sulit mencari sumber dana penelitian, lembaga penelitian dan pengembangan juga kesulitan memperoleh pasokan peneliti. Kampus, yang menjadi andalan sumber daya manusia penelitian, justru tidak banyak memberikan sumbangsih peneliti.

Banyak mahasiswa, seperti mahasiswa Fakultas Kedokteran, yang lebih berminat membuka praktik ketimbang menjadi peneliti penuh waktu (full time). Wakil Direktur Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga, Maria Inge Lusida, menceritakan kondisi ini kepada Republika saat dijumpai di Surabaya beberapa waktu lalu.

"Masih banyak yang memang meneliti itu hanya sampingan," ujarnya.

Kenaikan status dan pangkat di perguruan tinggi, terutama bagi dosen, menjadi pendorong utama melakukan penelitian ala kadarnya. Padahal, ditegaskan Maria, untuk menghasilkan produk penelitian yang memenuhi persyaratan (qualified), diperlukan konsentrasi penuh.

Fakta lain yang diperhatikan Maria adalah perguruan tinggi di Indonesia justru memiliki banyak sumber daya manusia yang berkualitas. Tak sedikit yang meraih gelar Ph.D dari universitas bergengsi di luar negeri.

"Namun mereka ini kekurangan waktu untuk meneliti. Hal ini coba kami ubah, agat ada jenjang karir untuk memjadi peneliti yang handal seperti di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)," tambah Maria yang masih aktif sebagai dosen di Fakultas Kedokteran Unair tersebut.

Bukan hanya sulit menemukan calon peneliti baru, litbang lainnya bahkan hanya mendapati pendaftar dari lulusan kampus berjender perempuan yang ingin bergabung menjadi peneliti. Sama sekali tidak ada anak laki-laki yang tertarik berkarir sebagai peneliti penuh waktu (full-time researcher).

"Sejak tahun 2007 ke atas, kebanyakan perempuan. Kebanyakan lulusan Fakultas Pertanian. Memang minat menjadi peneliti menurun," ungkap Direktur Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember, Teguh Wahyudi.

Padahal, dengan ditunjuk sebagai Pusat Unggulan Iptek Kakao oleh Kementeria Ristek, Puslitkoka membutuhkan tenaga peneliti baru, minimal 20 orang peneliti muda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement