Senin 21 Mar 2011 15:51 WIB

Ubah Penyaluran Dana BOS, ICW Laporkan Mendiknas ke Ombudsman

Rep: Ichsan Emrald Alamsy/ Red: Djibril Muhammad
Dana BOS
Dana BOS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh kepada Ombudsman Indonesia atas dugaan maladministrasi pengucuran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Maladministrasi itu sendiri terjadi akibat perubahan pola transfer, yang saat ini melalui kas daerah sehingga menyebabkan keterlambatan pencairan dana BOS.

"Persoalan utama ada di Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 37 tahun 2010 tentang petunjuk teknis penggunaan dana BOS mulai tahun 2011, yang merubah pola ini, maka kami meminta ombudsman memanggil menteri pendidikan dan kepala dinas untuk diperiksa," ungkap Febri Hendri, Koordinator Pelayanan Publik ICW kepada Republika di kantor Ombudsman, Jakarta Pusat, Senin, (21/3).

Menurut Febri yang dilaporkan bukan hanya Menteri Pendidikan Nasional, akan tetapi juga kepala dinas kabupaten/kota yang terlambat mengucurkan dana BOS. Kemudian bukan hanya itu, ombudsman juga harus memeriksa kepala sekolah yang menerima dana BOS akan tetapi tidak meminta tanda tangan komite sekolah. "Berdasarkan petunjuk teknis penyaluran dana BOS harus meminta tanda tangan ketua komite sekolah," ujarnya.

Menurut Febri bersama Asosiasi orangtua Peduli Pendidikan Indonesia, akar permasalahan terlambatnya ialah pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 37 tahun 2010. Dengan adanya perubahan pola penyaluran, tanpa ada analisis yang baik, maka proses belajar mengajar menjadi terganggu. Hal ini karena dana BOS itu memenuhi sekitar 60-70 persen biaya operasional sekolah.

"Mendiknas merubah pola agar cepat waktu, jumlah, dan tidak ada penyelewengan daerah, ini justru malah terlambat," ungkap Febri.

Baginya aturan ini tidak didasarkan pada pertimbangan yang matang atas kondisi aktual politik di daerah. Bukan hanya itu, keterlambatan ini berpotensi menyuburkan tindak korupsi. Hal ini lantaran saat dana BOS terlambat sekolah harus meminjam uang.

"Meminjam uang itu kan pasti ada bunga, lalu bunganya dari mana tentu mengambil dari dana BOS padahal tidak boleh kan," ucapnya.

Ia melanjutkan, ketika dana BOS digunakan untuk membayar bunga, sekolah seringkali memanipulasi melalui kwitansi-kwitansi. "Apalagi jika ketahuan sekolah diperas bodrek dan LSM, diambil lagi dari dana BOS," tuturnya.

Meski begitu Febri menyatakan bahwa memang Kementerian Pendidikan Nasional, telah membuat surat bersama untuk memudahkan penyaluran dana BOS. Akan tetapi hasilnya tetap sama saja, artinya keterlambatan terus terjadi.

Selain keterlambatan ini juga membuat gaji guru honorer juga telat dibayar. Khusus untuk aturan yang ada dalam Permendiknas nomor 37, Febri juga meminta aturan 20 persen untuk gaji guru juga direvisi. "Guru secara keseluruhan kan juga tidak dapat menjalankan pelayanan publik, yaitu undang-undang nomor 25 tentang pelayanan publik," paparnya

Oleh karena itu, Febri meminta agar aturan penyaluran dana BOS dikembalikan seperti 2005 hingga 2010. Akan tetapi dengan catatan perubahan kembali, akan tetapi tak bertentangan dengan Undang-Undang Otonomi Daerah. "Disentralisasi kembali? Ya bisa dibilang begitu sampai pemda siap melakukannya," ujarnya.

Selain melaporkan maladministrasi dari Kementerian Pendidikan Nasional, kepala daerah dan Kepala Sekolah, ICW bersama ketua komite SD Islam Harapan Ibu, Sonny juga melaporkan Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan, Ketua tim manajemen BOS Jakarta Selatan dan Kepala Sekolah SD Islam Harapan Ibu. Hal ini terkait dengan pencairan dan penggunaan dana BOS tahun ajaran 2010 yang tak melibatkan komite SD Islam tersebut.

"Lagipula sekolah kami tak pantas diberi dana BOS, pasalnya iuran sekolah kami bisa mencapai satu juta lebih," ungkap Sonny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement