Jumat 21 Jan 2011 16:15 WIB

ICW Nilai Satgas Kemendiknas Soal Dana Rp 2,3 T tak Berguna

Rep: Ichsan Emrald Alamsy/ Red: Djibril Muhammad
ICW
ICW

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal dana tak jelas Rp 2,3 triliun dengan membentuk satuan tugas atau disebut task force. Dengan membentuk satgas ini diharapkan tindak lanjut temuan BPK bisa segera selesai.

Sejak awal tahun ini Kementerian Pendidikan Nasional disorot publik berdasar laporan keuangan BPK yang menyebutkan ada dana tak jelas sebesar Rp 2,3 triliun. Sorotan publik juga karena Kemdiknas termasuk kementerian memiliki anggaran cukup besar senilai Rp 248 Triliun. Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh telah mengklarifikasi bahwa temuan itu sebenarnya masih dalam kategori penyimpangan belum ada indikasi tindakan korupsi.

Menurut Inspektur Jenderal Kemdiknas Wukir Ragil kepada pers, Jumat (21/1), pembentukan satgas ini untuk mempercepat tindaklanjut temuan BPK. "Tim akan bekerja secepat mungkin dan kami berharap semuanya akan tuntas pada Maret 2011. Tentu lebih cepat akan lebih baik, karena pihak BPK berharap akhir Februari harus sudah selesai," ujar Wukir.

Satgas sendiri dipimpin oleh Wukir Ragil dengan ketua harian inspektur investigasi serta anggota para sekretaris di unit utama dan pejabat terkait di lingkungan Kemendiknas. Ia menjelaskan, rencana yang akan dilakukan satgas ialah melakukan klarifikasi terhadap unit-unit kerja yang tercatat dalam rekomendasi BPK. "Dan tentu mengusahakan untuk secepatnya mengembalikan segala bentuk tanggungan ke kas negara," ujarnya.

Selain itu Kemdiknas juga berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait dengan pemindahan aset pengelolaan barang milik negara. "Kami juga akan melakukan penandatanganan pakta integritas para rektor yang akan dihadiri Mendiknas, BPK, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," ungkapnya.

Terkait pembentukan satgas ini, Febri Hendri dari Indonesia Corruption Watch yang dihubungi Republika, Jumat (21/1) menilai satgas itu tidak ada gunanya. Justru pembentukan satgas ini dilakukan untuk menutupi indikasi terjadi korupsi berdasar temuan tersebut. "Satgas ini untuk menutupi segala kasus yang terjadi agar tidak berkembang liar," ungkapnya.

Febri juga menilai berdasar laporan BPK ini mengindikasikan tata kelola di Kemdiknas amat buruk. "Pokoknya banyak korupsi di Kemdiknaslah," tuturnya. Ia merinci beberapa temuan BPK terkait dana Rp 2,3 triliun itu, yaitu penggunaan BOS, penyimpangan di daerah, Pengadaaan sewa bandwith untuk kegiatan Jaringan Pendidikan Nasional yang menyisakan utang pada Telkom sebesar Rp 69 miliar. "Kan aneh jika Kemdiknas memiliki hutang ke Telkom, jadi masuk dalam indikasi penyimpangan," ucapnya.

Lalu pertanggung jawaban pembayaran utang yang tak sesuai ketentuan dan Pengadaan tanah di Kinabalu yang diagunkan. Selain itu 151 rekening liar kampus-kampus dengan nilai Rp 141 miliar. Lebih lanjut ia menyebutkan beberapa kampus memiliki rekening yang tidak disetujui Kementerian Keuangan.

Seperti ITS dengan nilai Rp 50 miliar, UNJ memiliki dua rekening dengan nilai Rp 9,3 miliar, dan Udayana memiliki 6 rekening dengan total Rp 8,8 miliar di 6 rekening. "Bahkan UNJ tidak disetujui dan tidak dilaporkan ke laporan keuangan," ujarnya.

Ia menghimbau agar berdasar laporan ini BPK menyerahkannya ke KPK. Apalagi KPK pernah berjanji akan memprioritaskan pemeriksaan ke pendidikan. "Janji itu hutang dan kalau tidak ditepati meminjam istilah pemuka agama berarti Bohong," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement