Sabtu 24 Jul 2010 05:03 WIB

Cara Kekerasan untuk Disiplinkan Anak tak Dibenarkan

Rep: Anissa Mutia/ Red: Endro Yuwanto
Anak kecil yang mengalami kekerasan kerap trauma/ilustrasi.
Anak kecil yang mengalami kekerasan kerap trauma/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta--Kekerasan baik fisik maupun verbal kerap terjadi pada anak-anak di sekolah. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Mohammad Nuh mengatakan, cara kekerasan untuk mendisiplinkan anak sangat tidak dibenarkan.

"Disiplin itu penting, tapi caranya tidak boleh dengan kekerasan. Bisa timbulkan traumatik," ujar Mendiknas di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (23/7).

Mendiknas menegaskan, siapa pun orangnya, baik anak, guru, mapun orangtua tidak diperbolehkan melakukan kekerasan. Oleh karena itu, dia mengimbau kepada media dan seluruh masyarakat untuk terus memonitor kalau ada sekolahan yang melakukan tindak kekerasan.''Laporkan kalau ada sekolah yang lakukan tindak kekerasan itu, tapi tidak semua sekolah melakukan kekerasan,'' jelasnya.

Mendiknas menjelaskan, cara mendisiplinkan anak atau siswa dengan memukul rotan itu sudah kuno. Dengan zaman yang berubah, maka metode mendidik disiplin anak harus diubah. ''Perlu cara baru, yang penting pesan-pesan kemuliaan harus tercapai,'' jelasnya.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam B Prasodjo, menjelaskan, cara-cara membentak, menghardik, dan memukul dalam dunia pendidikan adalah upaya sistematis untuk membonsai potensi anak.

Diakui Imam, sebenarnya, sudah banyak pendidik yang meninggalkan kekerasan sebagai bagian disiplin. Seharusnya, lanjut dia, dalam pendidikan yang sehat pendidik harus membuat anak tidak hanya menerima ajaran tapi mengekspresikan tentang pikiran meraka. ''Semua orang tau 1 + 1 = 2, tapi kalau anak sendiri menemukan jawabannya, maka dampaknya bagus,'' tutur Imam.

Menurut Imam, guru atau orangtua boleh melarang anak, hanya saja mereka bisa memberikan alasan. ''Tidak asal larang,'' tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement