Rabu 14 Jul 2010 02:59 WIB

Kemendiknas: Tak Boleh Ada Pungli dalam MOS

Rep: Anissa Mutia/ Red: Endro Yuwanto
Kemendiknas
Kemendiknas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas), Fasli Jalal, menegaskan pungutan liar (pungli) di sekolah dasar (SD)dan sekolah menengah pertama negeri (SMP) dilarang. Dia menuturkan, sekolah berlabel Sekolah Standar Nasional (SSN) gratis, siswa tidak perlu membayar apa pun.

Fasli menyatakan, pemerintah sudah memberikan dana bantuan operasional sekolah (BOS), tetapi pemerintah daerah harus menutupi bila ada kekurangan. ''Pemerintah sudah menetapkan bahwa sekolah negeri tidak ada pungutan lagi,'' jelasnya.

Oleh karena itu, Fasli mengatakan peran badan pengawas daerah, yakni Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan pengawas sekolah, sangat diperlukan untuk mengantisipasi praktik pungli di sekolah. Para pengawas itulah yang harus memberikan sanksi kepada kepala sekolah yang terbukti melakukan pungutan.

Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh, mengatakan masa orientasi siswa (MOS) merupakan transisi seorang siswa dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menyesuaikan proses adaptasi di tempat yang baru. Dia menegaskan, jika selama MOS ada hal yang bertentangan dengan pendidikan karakter, maka kepala sekolah yang paling bertanggung jawab.

“Kepala sekolah tidak boleh tidak tahu apa yang terjadi di sekolah. Jika ada yang bertentangan, harus diberikan sanksi,” ucapnya, usai membuka Olimpiade Olah Raga Siswa Nasional (O2SN) 2010 di Istora, Senayan, Jakarta, Selasa (13/07).

M Nuh mengatakan, dinas pendidikan di kabupaten atau kota yang mempunyai kewenangan dalam memberikan sanksi kepada sekolah jika terbukti melakukan hal-hal yang dilarang pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan peran serta masyarakat untuk memberikan pengaduan atau laporan kepada pengawas sekolah jika ada pelanggaran dalam MOS.

Febri Hendri dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan pungutan liar masih terjadi di jenjang sekolah SD terutama menjelang tahun ajaran baru. Besarnya pungutan berkisar antara Rp 450 hingga Rp  500 ribu. “Biasanya setelah siswa diterima masuk, lalu orang tua diajak rapat, nanti disosialisasikan pungutan, dan berdasarkan pengaduan mereka merasa dijebak,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement