Kamis 31 Aug 2017 12:47 WIB

UII Jadi Kampus Swasta Terbaik di Pimnas 2017

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Qommarria Rostanti
Universitas Islam Indonesia (UII).
Foto: Ist
Universitas Islam Indonesia (UII).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil menempati peringkat satu untuk perguruan tinggi swasta (PTS) di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 2017. Secara keseluruhan, UII ada di peringkat 14 bersaing ketat dengan universitas-universitas negeri dan swasta seluruh Indonesia.

Wakil Rektor III UII, Agus Taufiq, mengatakan, tahun ini UII mengirim enam tim ke ajang bergengsi tersebut. Dari enam tim yang berangkat, satu tim berhasil meraih medali emas yaitu Electronic Shake Bottle Heater Induction Eletromagnetic System (Eshotics).

Tim terdiri dari lima mahasiswa PKM Karsa Cipta dari Fakultas Teknologi Industri UII, yang kali ini membawa inovasi botol pemanas air untuk wisatawan. Tim Eshotics berhasil mendapatkan satu medali emas untuk kategori poster dan satu medali perunggu kategori presentasi. "Ini membanggakan, dan prestasi terus bergulir yang sekaligus menandakan UII senantiasa berkarya melakukan peciptaan-penciptaan," kata Agus di Ruang Sidang Utama UII, Kamis (31/8).

Tim sendiri terdiri dari Muhammad Iqbal Sabit, Rahmawati Fanansyah Putri, David Arohman, Nuraditya Ahmad F dan Hasyim Abdulloh, dibimbing satu dosen Teknik Elektro, Setyawan Wahyu Pratomo. Sebelum berangkat, tim mengikuti karantina demi bisa fokus dengan menghadirkan pakar-pakar.

UII juga menempati peringat satu capaian pendanaan proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), 78 dari 950 proposal terdanai Kemenristekdikti. Ketua Tim Eshotics, Iqbal Sabit, menegatakan, dari Rp 12 juta yang dibutuhkan,  Rp 11 juta yang diajukan, Kemenristekdikti menerima proposal dengan pendanaan Rp 9 juta.

Pembuatan dimulai dari pengembangan ide pada awal Agustus tahun lalu, dilanjutkan penulisan proposal ke Dikti. Ide itu sendiri berawal dari permasalahan pentingnya air panas untuk wisatawan, yang biasanya dengan termos hanya bisa bertahan empat sampai enam jam saja. "Awalnya, kita buat cuma untuk backpacker, pendaki gunung, tapi dikembangkan jadi bisa dinikmati banyak kalangan atau traveler umum," ujar Sabit.

Dia mengatakan dana menjadi salah satu kesulitan dalam proses penelitian. Maka itu, selain mengajukan ke Dikti, tim mengajukan bantuan pendanaan ke Prodi Teknik Industri dan Teknik Elektro UII, dan akhirnya terbantu dengan total pengeluaran sekitar Rp 10 juta.

Inovasi ini memang meletakkan kumparan-kumparan yang ada magnet di dalam botol sehingga proses menghasilkan arus listrik. Arus itu disimpan ke dalam baterai dan bisa dipaakai kapan saja. Saat penuh arus listrik di dalam, akan menghidupkan pemanas dengan capaian suhu kurang lebih 50 derajat celcius.

Alat mulai dibuat sejak Februari seiring diumumkannya pendanaan dari Kemenristekdikti, dan dimulai dengan membeli komponen, mencari vendor untuk pembuat botolnya. Sisanya, dilakukan pengujian-pengujian serta perbaikan, sebelum akhirnya berlaga dan berhasil meraih medali emas dan perunggu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement