Senin 05 Mar 2012 15:15 WIB

Sekolah Diblokir, Guru Mengajar di Trotoar Jalan

Rep: Agus Raharjo/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, Yogyakarta - Seorang guru Sekolah Menengah Atas (SMA) 17 terpaksa memulai aktifitas belajar mengajar di trotoar jalan di Jalan Tentara Pelajar, depan sekolah. Pasalnya, gerbang sekolah diblokir dengan bambu sejak pagi.

Kepala sekolah SMA 17, Suyadi mengatakan, saat dirinya datang sekitar pukul 07.15 WIB, siswa-siswinya masih di luar karena gerbang ditutup dengan bambu-bambu. Selain bambu, ada seng-seng yang diduga akan digunakan untuk menutup sekolah milik yayasan Pengembangan Pendidikan Tujuhbelas Yogyakarta.

Bahkan, kata Suyadi, saat dirinya datang ke sekolah, sudah ada proses belajar mengajar di trotoar jalan di depan sekolah. "Saat saya datang salah seorang guru Sosiologi, Wuryanto sudah inisiatif mengajar di trotoar karena untuk persiapan ujian nasional," katanya saat ditemui di SMA '17', Senin (5/2).

Lebih lanjut Suyadi mengungkapkan, hal itu dilakukan lantaran ujian nasional (UN) akan segera dimulai. Bahkan, mulai pada 12 Maret mendatang, ujian sekolah sudah dimulai dengan ujian pelajaran agama. Selanjutnya, pada 16 hingga 19 April nanti siswa akan menempuh Ujian Nasional (UN).

Mengetahui keadaan sekolahnya diblokir, Suyadi lantas meminta bantuan Polsek Jetis serta Camat untuk mengatasi masalah ini. Selanjutnya, Kapolsek dan Camat memerintahkan untuk membuka sekolah agar kegiatan belajar-mengajar siswa dapat berjalan seperti semula.

Kasus pemblokiran ini merupakan aksi angkat sita atas sengketa lahan antara Yayasan Pengembangan Pendidikan Tujuhbelas dengan ahli waris Bonaventura Hardjono sebagai pemegang sertifikat lahan. Kuasa hukum Yayasan Pengembangan Tujuhbelas, Lasdin Wlas mengatakan, Bonaventura sudah menyerahkan lahan ini pada yayasan untuk pengelolaan pendidikan SMA 17 1 dan SMP 17 2.

Namun, oleh ahli waris, tanah itu dinyatakan sebagai haknya sebagai waris dari Bonaventura Hardjono menurut sertifikat No. 79 tahun 1959. Ahli waris, Bedasaktirin Harjanto, melalui kuasa hukumnya Fachim Fahmi mengungkapkan, aksi ini memiliki payung hukum No. 40 tahun 1994.

Sebelumnya, pihaknya juga telah melakukan negosiasi dengan pihak Yayasan Pengembangan untuk melakukan pengosongan lahan. "Sudah dilakukan angkat sita sesuai sertifikat hak milik No. 374 tahun 1994," katanya pada wartawan.

Kepala sekolah berharap, siswa-siswinya tidak terganggu masalah peradilan yang sedang dialami sekolahnya tersebut. Menurutnya, saat ini siswa harus dapat berkonsentrasi pada pelajaran sekolahnya. Bahkan, banyak alumni yang menyatakan dukungannya pada pihak sekolah atas kasus yang menimpa SMA 17. Pasalnya, sekolah ini terancam dibubarkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement