Rabu 29 Feb 2012 12:06 WIB

MK : UGM Medan Kampus Bodong

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Hafidz Muftisany
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.
Foto: kpu.jabarprov.go.id
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Universitas Generasi Muda (UGM) Medan dan Akademi Perkebunan yang mengklaim sudah meluluskan 40 ribu sarjana sejak tahun ajaran 1986-1987 dinyatakan sebagai kampus bodong oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Ini lantaran mereka tidak memiliki ijin menyelenggarakan pendidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 71 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Permohonan uji materiil (judicial review) diajukan oleh Ketua Dewan Pembina UGM Medan Dj Siahaan dan Rektor UGM Medan Husni Husin. Mereka menilai Pasal 71 yang memuat sanksi pidana dan denda bagi penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin pemerintah atau  pemerintah daerah bertentangan dengan UUD 1945.

Hakim konstitusi Muhammad Alim mengatakan, Pasal 71 UU Sisdiknas, mengandung makna bahwa negara dapat mengatur  agar pendidikan diselenggarakan dengan benar dan bertanggung jawab sesuai amanat konstitusi. Menurut Alim, negara juga berkewajiban untuk melindungi hak-hak warga negara agar mendapatkan kepastian hukum mengenai statusnya dalam jenjang pendidikan formal yang diikutinya dalam suatu unit pendidikan.

Karena itu, menurut MK adalah wajar dan sesuai tanggung jawabnya berdasarkan  konstitusi, negara mengatur perijinan bagi penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal, yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat. “Ini demi memberikan kepastian hukum bagi warga negara yang mengikuti pendidikan agar mendapatkan ijazah dan sertifikat kompetensi yang diakui oleh negara,” ujar Alim saat pembacaan putusan di gedung MK, Rabu (29/2).

Alim menjelaskan, negara memang tidak dapat mencampuri universitas sepanjang tidak merugikan peserta didik dan tidak menggangu ketertiban umum. Namun, pengaturan perijinan dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal adalah penting untuk menghindari penyelenggaraan pendidikan yang tidak bertanggung jawab.

Atas dasar itu, pihaknya menilai negara berwenang untuk mengatur secara administratif maupun pidana. “Tindakan administratif, berupa pencabutan ijin yang disertai penutupan penyelenggaraan pendidikan hingga sanksi pidana penjara menjadi kewenangan pemerintah,” kata Alim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement