Ahad 12 Feb 2012 13:36 WIB

PTS: Yang Buat Karya Ilmiah S2 dan S3 Saja, S1 tak Usah

Rep: S. Bowo Pribadi/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kalangan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) menolak keharusan publikasi karya ilmiah, sebagai penentu kelulusan program sarjana, pascasarjana dan doktoral. Namun PTS mendorong lulusan Program Pasca Sarjana (S2) dan Doktor (S3) untuk menulis karya ilmiah mereka.

"Ini tertuang dalam pernyataan sikap Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), yang diambil pada Rapat Pengurus Pusat Pleno (RPPP), di Padang akhir pekan kemarin," ungkap Ketua PP Aptisi, Prof Dr Edy Suandi Hamid ME, Ahad (12/2).

Menurutnya, Surat Edaran Dirjen Dikti No No. 152/E/T/ 2012, tanggal 27 Januari 2012 memiliki maksud dan tujuan yang baik. Aptisi bisa memahami niat dan tujuannya agar kualitas lulusan Sarjana, Magister dan Doktor meningkat dan mengembangkan sikap inovatif.

Terutama terkait dengan peningkatan jumlah karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Ini mengingat jumlah karya ilmiah yang dihasilkan masih sangat terbatas.

"Namun publikasi daam jurnal ilmiah ini hendaknya jangan dijadikan sebagai penentu kelulusan," ungkap Edy yang juga Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) ini.

Demi memperbanyak jumlah karya ilmiah yang dipublikasikan melelui jurnal ilmiah nasional maupun intenasional pihaknya sangat sepakat. Karenanya Aptisi sangat peduli jika lulusan program pascasarjana dan doktoral menulis pada jurnal ilmiah nasional maupun internasional.

Khusus menyikapi Rancangan Undang Undang Perguruan Tinggi (RUU PT), lanjutnya, Aptisi --antara lain-- juga menghendaki agar RUU ini dapat mengatur secara substansif peningkatan mutu dan daya saing Perguruan Tinggi.

Ia juga mengharapkan agar RUU PT harus menjadi regulasi penyelenggaraan pendidikan tinggi --baik PTN maupun PTS-- secara proposional dalam hak dan kewajiban. Selain itu juga tetap memberikan otonomi yang luas terhadap PTS, dan tidak membuka peluang untuk intervensi pemerintah.

Atisi juga akan menyampaikan masukkan-masukkan sendiri terhadap RUUPT ini. "Karena RUUPT saat ini masih belum mengakomodasi secara optimal kepentingan PTS. Oleh karena itu pemerintah tidak usah terburu-buru mengesahkan RUUPT," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement