Jumat 13 Jan 2012 16:03 WIB

Uji Kompetensi Dinilai Hanya Akal-akalan Pemerintah

Rep: Fernan Rahadi/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Uji kompetensi yang merupakan syarat sertifikasi guru dinilai hanya sebagai akal-akalan pemerintah untuk menutupi minimnya dana anggaran. Sebab, pemerintah tidak akan sanggup memenuhi kewajibannya untuk membayar semua guru yang berhak melakukan sertifikasi dalam waktu singkat.

"Uji kompetensi hanyalah cara pemerintah untuk menunda pembayaran profesional guru secara bertahap," kata Pengamat pendidikan, Dharmaningtyas, kepada Republika, Jumat (13/1).

Ia mengungkapkan, pemerintah masih mungkin membayar sebanyak 200 ribu guru per tahun itu, namun lebih dari jumlah itu tidak mungkin. Secara keseluruhan, Dharmaningtyas mengkritik kebijakan sertifikasi guru.

"Jika dari awal pemerintah berkomitmen meningkatkan kesejahteraan guru, maka naikkan saja gajinya. Namun kalau ingin mendapatkan guru yang bagus, cari guru yang berkualitas. Guru-guru bagus yang ada dilanjutkan masa baktinya. Sedangkan yang tidak layak tidak usah diperpanjang," katanya menegaskan.

 

Sementara itu Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Hafid Abbad, tidak melihat pentingnya uji kompetensi bagi syarat kelayakan melakukan sertifikasi guru. Menurut dia, kompetensi tidak bisa dilihat secara mekanis sehingga memakai syarat dipenuhinya uji kompetensi.

"Saya kira di dalam sertifikasi sudah tercakup kompetensi akademik dan profesional guru," ujarnya.

 

Menurut Hafid, tanpa adanya uji kompetensi syarat-syarat sertifikasi sebenarnya sudah cukup. Yang terpenting, seorang guru setidaknya memiliki lima aspek, yakni aspek kognitif, aspek afektif, aspek konsekuensi, aspek performa, dan aspek eksploratori.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement