Kamis 22 Dec 2011 12:00 WIB

Internasionalisasi Pendidikan Tinggi Bak Pisau Bermata Dua

Rep: Fernan Rahadi/ Red: Chairul Akhmad
Pendidikan Tinggi (ilustrasi)
Foto: winarto.in
Pendidikan Tinggi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Wamendiknas, Fasli Jalal, memperingatkan bahwa internasionalisasi pendidikan tinggi bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, hal tersebut membuat pendidikan di Indonesia semakin maju, namun di sisi lain bisa melukai seandainya tidak dipakai secara hati-hati.

 

"Kita harus siap dulu. Jangan sampai internasionalisasi (pendidikan tinggi) justru melukai kita. Setelah siap, baru hal itu kita pakai untuk berbagai hal yang memang bisa memajukan pendidikan Indonesia," kata Fasli, usai acara Penyerahan Hadiah Kepada Guru Pemenang Lomba Penulis Artikel Ilmiah Guru Tingkat Nasional di Gedung Dikti Kemendikbud, Selasa (20/12).

 

Sebelumnya, internasionalisasi pendidikan tinggi yang tercantum dalam Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) mendapat banyak penolakan. Penolakan terbesar datang dari asosiasi perguruan tinggi swasta menyusul adanya rencana kebijakan yang memperbolehkan Perguruan Tinggi Asing (PTA) masuk ke Indonesia.

 

Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Edi Suandi Hamid mengatakan, internasionalisasi pendidikan dapat mengancam eksistensi pendidikan tinggi terutama perguruan tinggi swasta (PTS) di dalam negeri. Untuk itu, kata dia, perlu ada batasan tegas tentang aturan serta peranan PTA jika nantinya diperbolehkan masuk ke Indonesia.

 

Edi mengungkapkan, jika dipandang dari kebijakan UNESCO, internasionalisasi pendidikan menurutnya sangat positif. Namun, APTISI meminta agar ada pasal-pasal yang mengatur secara lebih rinci tentang internasionalisasi pendidikan tersebut. "Harus ada aturan apakah PTA dapat membuka kampus sendiri atau tetap harus terintegrasi dengan perguruan tinggi lokal," ungkapnya.

 

Jika tidak ada aturan yang jelas tentang masuknya PTA ke Indonesia, Edi khawatir nantinya pendidikan tinggi akan sama dengan bebas masuknya produk-produk dari Cina ke Indonesia yang berakhir dengan bangkrutnya perusahaan lokal yang tidak mampu bersaing dengan murahnya produk dari Cina. "Jangan sampai ada penjajahan dalam pendidikan," katanya.

 

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi X DPR-RI Rully Chairul Azwar menjelaskan, sejumlah pasal dalam RUU PT masih dalam pembahasan untuk dipertajam. Misalnya, seperti pasal pengelolaan di mana otonomi penuh yang belum ada aturannya. "Semua masih akan kita pertajam, karena UU saat ini baru mengatur sampai ke otonomi BLU (Badan Layanan Umum)," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement