Ahad 20 Nov 2011 15:16 WIB

Rakyat Indonesia Terancam tak Bisa Menamatkan SD

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Pakar ekonomi Unand, Prof Elfindri mengatakan penduduk Indonesia terancam tidak bisa menamatkan sekolah dasar (SD), ditandai dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia kini mencapai 0,07 poin pertahun.

"Dengan IPM 0,07 poin itu Indonesia berada pada nomor urut 124 dari 169 negara di dunia dan Indonesia memang terancam tidak menamatkan SD," kata Elfindri di Padang, Ahad (20/11).

Posisi tersebut telah menempatkan Indonesia menurun lebih jauh terkait sebelumnya IPM Indonesia pernah berada pada nomor urut 108 dunia.

Sementara itu ancaman penduduk Indonesia tidak menamatkan SD bisa terjadi antara lain lebih akibat tidak tepatnya penggunaan anggaran peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Selama ini, katanya, anggaran negara lebih banyak tersedot untuk pembiayaan rutin dan praktek-praktek korupsi masih saja terjadi.

"Jika kondisi demikian terus terjadi maka beberapa tahun mendatang banyak penduduk Indonesia akan bisa mengenyam pendidikan hanya 5,7 tahun saja atau tidak tamat SD," katanya.

Posisi demikian sekaligus akan menempatkan kualitas tenaga kerja Indonesia sebagai buruh saja dengan upah yang rendah karena tidak bisa bekerja secara lebih berkualitas.

Dampaknya Indonesia akan minim investasi karena investasi asing cenderung antara lain ke Cina dibandingkan ke Indonesia, karena produktivitas dan kualitas SDM China dua kali lipat dari Indonesia.

"Karena itu, pemerintah harus memperbaiki komitmennya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia terutama dalam penggunaan anggaran yang tepat sasaran," katanya.

Sebab berdasarkan pemantauan, penggunaan anggaran negara pada tingkat pemerintah kabupaten, kota dan provinsi baru mencapai 35 persen. Artinya pekerjaan fisik dan non fisik proyek harus diburu penyelesaiannya dalam November dan Desember ini.

Dampaknya, katanya lagi, banyak pekerjaan yang tidak siap dan pengawasan akan menjadi tidak benar dengan alasan untuk menghabiskan waktu yang pada akhirnya, pekerjaan tentu tidak akan berkualitas.

Ia mengatakan, yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah pimpinan, jika seandainya tidak ada kesalahan DPRD menunda pengesahan APBD.

"Yang bertanggung jawab adalah gubernur, bupati atau wali kota dan seluruh kepala dinas terkait mengapa pada tiap November dan Desember pekerjaan fisik terus diburukan," katanya.

Jika kondisi tersebut dibiarkan berlarut-larut, ujarnya, pada akhirnya akan terbukanya praktik korupsi sehingga perencanaan perlu dibenahi, selain itu permudah persoalan pertanggungjawaban keuangan, tambahnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement