Jumat 13 Jun 2014 13:59 WIB

Jurnalis Harus Pegang Teguh Kode Etik Saat Pilpres

Rep: Mursalin Yasland/ Red: A.Syalaby Ichsan
PERINGATI HARI KEBEBASAN PERS . Pelaku pers yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo, Komunitas Pekerja Media Gorontalo (KPMG) dan Persatuan Wartawan Indonesia Gorontalo (PWI) menggelar aksi damai depan bundaran saronde Gorontalo, R

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Kampanye hitam pada pemilihan presiden/wakil presiden  (Pilpres) yang dilancarkan sebagian pihak dinilai semakin tidak mendidik. Hal ini diperparah dengan munculnya media yang mendiskreditkan salah satu pasangan calon.

"Jurnalis harus memegang teguh kode etik. Jangan sampai menjadi bagian dari penyebaran informasi dari media-media tidak mendidik dan mendiskreditkan salah satu pasangan calon," kata Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung, Juniardi, disela-sela acara "Safari Jurnalistik 2014, pers profesional, berwawasan, beretika, di Bandar Lampung, Jumat (13/6).

Menurutnya,  profesionalisme wartawan diuji pada pilpres ini. Pilihan politik merupakan hak asasi manusia, termasuk wartawan. Tetapi ada kode etik profesi yang harus dipatuhi, misalnya tidak menghembuskan isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), penulisan berita yang berimbang, dan sebagainya.

"Euforia politik momentum pilpres, hanya ada dua pasangan calon. Memang menjadi sangat rentan terhadap dukung mendukung, pemihakan, dan sebagainya. Tapi jangan lupa fungsi pers dalam mendidik masyarakat, menyampaikan fakta yang tidak berpihak," tambahnya.

Juniardi meminta agar semua pihak tidak melakukan kampanye hitam (black campaigne),  tapi harus menggunakan cara-cara kreatif untuk memengaruhi pilihan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement